Penyebab Kepunahan Hobbit Flores: Kekeringan, Letusan Gunung Berapi, dan Persaingan Manusia Modern
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Rab, 10 Des 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Beribu-ribu tahun yang lalu, di Pulau Flores, tinggal sebuah kelompok manusia kecil yang sekarang dikenal dengan sebutan “hobbit”. Nama ilmiahnya:Homo floresiensisHanya sekitar satu meter tingginya, dengan otak yang jauh lebih kecil dibanding manusia saat ini, namun cukup kuat untuk bertahan hidup di pulau kecil yang penuh tantangan.
Kini, sebuah studi terbaru mengemukakan skenario yang menarik: kemungkinan kepunahan para hobbit ini disebabkan oleh gabungan perubahan iklim (kekeringan), bencana alam (letusan gunung berapi), dan persaingan denganHomo sapiensyang sedang menyebar di wilayah tersebut.
Jejak “Hobbit” di Liang Bua
Fosil Homo floresiensisPertama kali ditemukan di Gua Liang Bua, Pulau Flores, dan diumumkan kepada dunia pada tahun 2004. Sejak saat itu, para ilmuwan terus berusaha mencari jawaban atas dua pertanyaan utama: Bagaimana kehidupan hobbit, dan mengapa akhirnya mereka punah?
Yang menarik, hingga kini fosil manusia kecil hanya ditemukan di satu tempat: Gua Liang Bua. Hal ini membuat para ilmuwan menduga bahwa spesies ini memiliki keterkaitan sangat kuat dengan lingkungan sekitar Pulau Flores dan sangat rentan terhadap perubahan di pulau tersebut.
Penelitian Terbaru: Ikuti Jejak Air Hujan
Dalam penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Communications Earth & Environment pada 8 Desember, ilmuwan berusaha menjawab pertanyaan mengenai kepunahan hobbit dari perspektif iklim.
Mereka mengamati perubahan curah hujan di Flores dengan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan meneliti stalagmit di Gua Liang Luar, gua yang letaknya tidak jauh dari Liang Bua.
Stalagmit terbentuk dari air yang jatuh di lantai gua dan menyisakan lapisan kalsium karbonat. Ketika air berkurang (lebih kering), pertumbuhan stalagmit melambat dan komposisi kimianya berubah: kadar kalsium karbonat menurun, sedangkan kandungan magnesium meningkat. Dengan mengukur rasio magnesium terhadap kalsium karbonat, para peneliti dapat memperkirakan kapan curah hujan berkurang atau meningkat, serta seberapa besar perubahan tersebut.
Hasilnya cukup dramatis:
- Kurang lebih 76.000 tahun yang lalu, curah hujan rata-rata setiap tahun di Flores diperkirakan mencapai sekitar 1.560 mm (61,4 inci).
- Kira-kira 61.000 tahun yang lalu, angka tersebut berkurang menjadi sekitar 990 mm (40 inci).
- Curah hujan yang lebih sedikit ini berlangsung hingga sekitar 50.000 tahun yang lalu.
Dengan kata lain, sebelum hobbit lenyap dari catatan fosil sekitar 50.000 tahun yang lalu, pulau Flores telah mengalami masa yang sangat kering dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Ketika Korban Utama Menghilang
Namun, perubahan curah hujan hanya sebagian dari kisahnya. Tim peneliti juga mempelajari sisa-sisa gigi Stegodon, hewan mirip gajah purba yang sudah punah, yang menjadi makanan utama manusia kerdil di Flores.
Analisis gigi Stegodon menunjukkan bahwa populasi hewan tersebut mulai mengalami penurunan antara 61.000 hingga 50.000 tahun yang lalu. Bahkan setelah terjadi letusan gunung berapi sekitar 50.000 tahun yang lalu, Stegodon benar-benar menghilang dari pulau Flores.
Para ilmuwan menduga, kekeringan menyebabkan vegetasi berkurang, sungai-sungai menyusut, dan akhirnya jumlah populasi Stegodon juga menurun. Ketika sumber makanan utama berkurang, kehidupan manusia kerdil menjadi semakin sulit.
Hobbit dan Stegodon: Berpindah ke Pantai, Mencari Sumber Air
Dengan menurunnya curah hujan, para ilmuwan menduga bahwa Stegodon mungkin berpindah ke daerah pantai atau wilayah yang masih memiliki sumber air yang lebih stabil. Tentu saja, manusia kecil yang sangat bergantung pada Stegodon sebagai sumber makanan kemungkinan besar ikut serta “mengikuti” mereka.
Nick Scroxton, ahli hidrologi dan paleoklimat dari University College Dublin yang merupakan salah satu penulis penelitian ini, menyatakan bahwa jika aliran sungai menurun, Stegodon hampir pasti akan mencari sumber air yang lebih stabil.
“Kami mengira bahwa penurunan populasi Stegodon disebabkan oleh berkurangnya aliran sungai, sehingga mereka akan berpindah ke sumber air yang lebih stabil. Oleh karena itu, wajar jika para hobbit ikut mengikuti mereka,” kata Scroxton.
Perpindahan ini mungkin membawa para hobbit ke daerah yang tidak hanya lebih penuh dengan hewan… tetapi juga lebih ramai penduduk manusia.
Bertemu Homo sapiens: Persaingan di Ujung Pulau
Sekitar 50.000 tahun lalu, Homo sapiens(manusia modern) sedang menyebar ke berbagai daerah Asia Tenggara dan Oseania. Jika hobbit berpindah ke pantai atau area tertentu yang juga menarik sebagai tempat tinggal, kemungkinan besar terjadi interaksi langsung antara hobbit dan manusia modern.
Scroxton mengemukakan kemungkinan bahwa pertemuan ini tidak selalu berlangsung damai: Mungkin terjadi persaingan dalam memperebutkan sumber daya seperti makanan dan tempat tinggal, bahkan bisa saja terjadi perkelahian antar kelompok.
Di tengah kondisi lingkungan yang semakin sulit akibat kekeringan dan berkurangnya sumber makanan, tekanan tambahan dari kehadiranHomo sapiensdapat mempercepat penghapusan hobbit dari pulau ini.
Eruption Gunung Berapi: Pukulan Terakhir?
Tampaknya kekeringan dan persaingan saja belum cukup, sekitar 50.000 tahun yang lalu terjadi letusan gunung berapi di dekat Flores. Letusan tersebut menutupi pulau dengan lapisan bahan vulkanik.
Di pulau yang memiliki luas terbatas seperti Flores, letusan besar dapat menyebabkan kerusakan ekosistem yang luas, serta menutupi lahan yang digunakan untuk mencari makanan. Terjadi perubahan mendadak pada habitat hewan dan manusia.
Untuk spesies yang jumlah populasi mereka telah menurun, seperti hobbit dan Stegodon, bencana ini bisa menjadi pukulan terakhir yang mengarahkan mereka ke ambang kepunahan.
Julien Louys, seorang ahli paleontologi dari Universitas Griffith di Australia yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menganggap studi tersebut sangat kuat dan menarik. Ia menekankan bahwa pulau kecil seperti Flores sangat rentan terhadap perubahan iklim.
“Di sebuah pulau, ruangnya terbatas, dan hanya terdapat beberapa jenis lingkungan yang dapat diterima,” jelas Louys.
Pada saat kondisi semakin kering, hewan tidak dapat dengan mudah meninggalkan pulau. Tempat-tempat yang bisa mereka jadikan sebagai tempat lindung akan hilang atau menjadi sangat penuh dalam waktu singkat.
Maknanya, ketika iklim berubah di pulau kecil, semua makhluk hidup yang ada di dalamnya akan langsung merasakan dampaknya dengan keras — termasuk hobbit Flores.
Jendela ke Masa Lalu Flores
Debbie Argue, dosen kehormatan di Sekolah Arkeologi dan Antropologi, Universitas Nasional Australia, yang juga tidak terlibat dalam penelitian ini, mengapresiasi studi tersebut karena mampu menyajikan gambaran iklim masa lalu yang rinci.
“Memberikan pemahaman yang sangat baik mengenai perubahan iklim di wilayah tersebut dan menjadi kontribusi signifikan bagi pemahaman kita tentang kondisi masa lalu di Flores,” katanya.
Dengan kata lain, penelitian ini tidak hanya membahas alasan mengapa hobbit punah, tetapi juga memberikan wawasan tentang perubahan yang terjadi di Pulau Flores dan bagaimana perubahan tersebut memengaruhi seluruh ekosistem.
Kepunahan hobbit tampaknya tidak disebabkan oleh satu peristiwa saja, melainkan rangkaian kejadian yang saling memperparah kondisi: perubahan iklim, perubahan ekologis, dan interaksi antar spesies.
Warisan Sang “Hobbit” dari Flores
Meski sudah lama punah, Homo floresiensismasih menyimpan banyak rahasia dan daya tarik. Mereka mengingatkan kita bahwa perjalanan sejarah manusia tidak pernah lurus dan mudah. Selain ituHomo sapienspernah ada berbagai jenis manusia lain yang hidup dengan cara hidup, tubuh, dan lingkungan yang sangat berbeda.
Penelitian terbaru ini mendekatkan kita pada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana spesies manusia purba beradaptasi dengan perubahan iklim, sejauh mana mereka rentan terhadap gangguan lingkungan, serta bagaimana interaksi mereka dengan manusia modern mungkin memengaruhi peta keanekaragaman manusia di masa lalu.
Bagi dunia ilmu pengetahuan — serta bagi Indonesia — makhluk hobbit Flores bukan hanya kisah menarik dari pulau terpencil, tetapi juga kunci penting untuk memahami hubungan antara iklim, lingkungan, dan manusia dalam skala puluhan ribu tahun. ***





Saat ini belum ada komentar