Isu Bupati Aceh Selatan dan Kebijakan Penanganan Bencana, Surat Tak Mampu Atasi Banjir Terbit
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 42 menit yang lalu
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Sejumlah isu menarik muncul terkait kebijakan penanganan bencana di wilayah Aceh Selatan. Salah satu yang menjadi perhatian publik adalah surat ketidaksanggupan yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten setempat. Surat tersebut menyatakan bahwa kondisi bencana banjir dan longsor yang melanda wilayah ini terlalu berat untuk ditangani secara mandiri.
Surat bernomor 360/1315/2025 itu mencantumkan sejumlah dampak besar dari bencana, termasuk akses transportasi yang terputus, kerusakan infrastruktur, serta lumpuhnya aktivitas ekonomi dan pelayanan publik. Dalam dokumen tersebut juga disebutkan adanya kerusakan pada jaringan irigasi, sanitasi, dan fasilitas kesehatan akibat bencana alam.
Peran Pemerintah Provinsi dalam Penanganan Bencana
Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah Aceh Selatan, Diva Samudera Putra, menjelaskan bahwa penerbitan surat tersebut bukanlah tanda menyerah, tetapi merupakan persyaratan administratif agar pemerintah provinsi dapat menetapkan status darurat bencana. Menurutnya, surat ini menjadi dasar hukum agar bantuan bisa dikirim lebih besar, lebih cepat, dan lebih terkoordinasi.
“Ini permintaan dari Pemerintah Provinsi. Surat ini menjadi dasar hukum agar bantuan bisa dikirim lebih besar, lebih cepat, dan lebih terkoordinasi,” ujar Diva. Ia menegaskan bahwa skala kerusakan kali ini cukup masif sehingga kapasitas kabupaten tidak memadai untuk menangani seluruh dampak tanpa dukungan dari provinsi.
Bantuan yang dimaksud mencakup logistik, alat berat, personel hingga anggaran tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan bencana membutuhkan koordinasi yang kuat antara pemerintah kabupaten dan provinsi.
Respons Gubernur Aceh terhadap Bupati
Di tengah polemik tersebut, Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem memberikan respons keras kepada seluruh kepala daerah di Aceh. Ia meminta bupati dan wali kota untuk tidak mudah menyerah menghadapi bencana. “Jangan cengeng jadi bupati. Kalau tidak sanggup, mundur saja,” kata Mualem tegas.
Ia menekankan bahwa para pemimpin daerah harus berada di garis depan dalam penanganan bencana dan tidak lari dari tanggung jawab. Respons ini menunjukkan bahwa pemerintah provinsi memiliki harapan tinggi terhadap kompetensi dan tanggung jawab para kepala daerah.
Kontroversi Terkait Kehadiran Bupati di Luar Wilayah
Di tengah situasi ini, muncul foto Bupati Aceh Selatan Mirwan MS dan istrinya, Devina Fisah Mirwan, sedang berpose di depan Kakbah. Foto tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Beberapa menganggap bahwa kepergian bupati ke luar negeri saat wilayahnya dilanda bencana adalah tindakan yang tidak pantas.
Namun, pihak terkait belum memberikan klarifikasi resmi mengenai kepergian bupati tersebut. Isu ini semakin memperkuat diskusi tentang tanggung jawab dan kesadaran akan kepentingan rakyat dalam situasi krisis.
Kebutuhan Koordinasi dan Transparansi
Dari seluruh informasi yang ada, terlihat bahwa penanganan bencana memerlukan koordinasi yang baik antara berbagai pihak. Tidak hanya dari sisi administrasi, tetapi juga dari segi tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap rakyat. Keterbukaan dan transparansi dalam pengambilan keputusan sangat penting agar masyarakat merasa didengar dan dilayani dengan baik.
Kondisi seperti ini juga mengingatkan bahwa setiap pemimpin harus siap menghadapi tantangan, baik dalam kondisi normal maupun dalam situasi darurat. Tanggung jawab terhadap rakyat adalah hal utama yang harus diprioritaskan. ***





Saat ini belum ada komentar