Dikritik Pedagang, Ketua Komisi B: ‘Kalau Mau Tinjau Ulang Perda, Ada Prosedurnya!’
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sel, 25 Nov 2025
- comment 0 komentar

Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mohamad Faridz Afif
DIAGRAMKOTA.COM — Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Muhammad Afif, angkat bicara menanggapi protes pedagang Pasar Buah Tanjungsari yang menilai penerapan pembatasan jam operasional dalam Perda Nomor 1 Tahun 2023 tidak realistis dan tidak melibatkan mereka dalam proses penyusunan. Afif menegaskan bahwa Pemkot Surabaya dan DPRD saat ini sebatas menjalankan regulasi yang sudah disahkan, bukan membuat aturan baru.
“Periode sekarang hanya menjalankan regulasi, menjalankan Perda Nomor 1 Tahun 2023. Kalau ingin melakukan tinjau ulang ya harus ada perubahan, ajuan dulu. Panjang prosesnya, ya kan? Walaupun itu masih 2023, masih satu tahun dua tahun lalu, ya kan,” tegas Afif, Senin (24/11).
Ia menilai bahwa pedagang perlu memahami bahwa Perda tersebut tidak dibuat secara sepihak. Seluruh prosesnya telah melalui evaluasi gubernur dan kementerian terkait, sehingga tidak ada ketentuan yang bertentangan dengan aturan di atasnya.
“Walaupun Perda itu melalui evaluasi gubernur, ya kan, juga tidak nabrak Permendagri atau Permendag. Regulasi itu kan nggak harus serta-merta langsung ngandang. Panjang prosesnya dan itu di acc oleh Gubernur, Kementrian Perdagangan dan Kemendagri, dan sebagainya. Tidak ada yang menabrak aturan. Karena memang itu semuanya sudah ditetapkan dalam Perda Nomor 1 Tahun 2023,” jelasnya.
Pembatasan Jam buka 04.00 Tutup Jam 13.00, Bukan Stop Transaksi
Afif juga merespons isu kebingungan pedagang soal teknis pembatasan jam operasi pasar. Ia menegaskan bahwa aturan tersebut bukan larangan aktivitas bongkar muat, tetapi kewajiban pasar untuk tutup pada jam tertentu sesuai klasifikasi pasarnya.
“Itu apa sih? Pembatasan seperti apa itu? Di situ ada pembatasan jam operasional terkait pasar, yang mana kalau nggak salah… jam 1 siang harus tutup. Bukan berhenti transaksi, tapi tutup,” ujarnya.
Afif menyebutkan bahwa banyak pasar di Surabaya memiliki tipe dan jam operasional berbeda. Hal itu, katanya, sudah disosialisasikan Pemkot.
“Jadi Pemkot hanya menegakkan Perda, menjalankan Perda yang sudah dibuat. Dan Perda itu sudah melalui banyak pertimbangan dan tidak ada yang menabrak aturan di atas.”
Pedagang Menuding Tak Pernah Dilibatkan, Afif: “Perda Itu Sudah Disosialisasikan”
Sebelumnya, pedagang—melalui Ketua Asosiasi Pedagang Buah Surabaya, Umbar Rifa’i—menyebut DPRD, khususnya Komisi B, gagal melibatkan mereka sejak awal penyusunan. Namun Afif membantah anggapan tersebut.
“Saya kasih pemahaman seperti itu kepada pedagang. Kenapa kok kita enggak diajak bicara dulu? Pemkot mau menerapkan aturan perdagangan sudah disampaikan kepada mereka. Sudah disosialisasikan. Ini kelasnya pasar tipe apa, bukanya jam segini, tutupnya jam segini.”
Ia juga mengingatkan bahwa DPRD hari ini tidak bisa disalahkan atas regulasi yang sudah disahkan periode sebelumnya.
“Yang penting sekarang itu Perda-nya begitu. Jangan dijadikan salah-salahan. Kita hanya menjalankan hari ini.”
Mengapa DPRD Tak Bisa Serta-Merta Mengubah Perda? Afif Menjelaskan Alurnya
Afif menjelaskan bahwa prosedur perubahan Perda tidak bisa langsung dilakukan DPRD tanpa usulan resmi dari eksekutif maupun mekanisme usul prakarsa yang panjang.
“Kalau memang mau peninjauan ulang, apa yang mereka bisa perbuat? Membuat surat ke pemerintah kota seperti apa. Karena kalau membuat surat ke DPR untuk tinjauan ulang Perda, berarti kan masuk usul prakarsa—masih tahun depan.”
Ia menegaskan bahwa langkah tercepat ada pada Wali Kota terlebih dahulu.
“Yang bisa, dia itu membuat surat dari paguyuban kepada Wali Kota agar meninjau ulang Perda tersebut. Jika di acc Wali Kota, Wali Kota baru memberikan surat kepada kami untuk melakukan perubahan Perda. Alurnya seperti itu.”
Sorotan Pedagang, Efek ke Program MBG, hingga Tuduhan Legislasi Lemah
Protes pedagang sebelumnya muncul karena pembatasan jam dianggap membuat:
– Distribusi buah terganggu,
– Buah cepat rusak dan menurunkan kualitas,
– Suplai program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi tersendat,
– dan menunjukkan lemahnya proses legislasi.
Mereka mengaku tidak pernah diajak hearing, meski terdampak langsung oleh isi Perda.
Namun Afif menegaskan kembali bahwa DPRD tidak mungkin mengarahkan Pemkot untuk bertindak di luar Perda.
“Gimanapun kami sebagai anggota DPRD menjalankan apa yang sudah ada pada Perda tersebut. Kalau Pemkot berjalan tidak sesuai Perda, ya semburat toh kabeh.”
DPRD Terbuka Jika Pedagang Tempuh Mekanisme Resmi
Afif menegaskan bahwa pedagang tetap bisa memperjuangkan usulan mereka, namun harus mengikuti jalur resmi.
“Kalau mau peninjauan ulang, ya ikuti prosedurnya. Buat surat ke Wali Kota. Kalau Wali Kota setuju, baru DPRD bisa proses perubahan Perda.”
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa Komisi B tidak pernah berniat mempersulit pedagang.
“Teman-teman ini (DPRD) jangan dijadikan salah-salahan. Kita hanya menjalankan Perda yang ada.” (dk/nw)




