Yield SBN 10 Tahun Turun, Pemerintah Hemat Rp 8 Triliun Bunga Utang
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 5 jam yang lalu
- comment 0 komentar

Penurunan Yield SBN 10 Tahun Berdampak Positif pada Beban Bunga Pemerintah
DIAGRAMKOTA.COM – Pengurangan imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 88 basis poin (bps) sejak awal tahun ini mencerminkan perbaikan dalam kondisi pasar keuangan Indonesia. Pada 10 Oktober 2025, yield SBN 10 tahun tercatat sebesar 6,09%. Perubahan ini diharapkan dapat mengurangi beban bunga utang pemerintah di masa depan.
Menurut M. Rizal Taufikurahman, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), penurunan yield ini bukan hanya disebabkan oleh peningkatan persepsi risiko. Namun juga merupakan hasil dari sinergi antara kebijakan moneter longgar yang diterapkan Bank Indonesia (BI) dan strategi pembiayaan hati-hati dari Kementerian Keuangan.
Dengan asumsi penerbitan utang bruto sekitar Rp 500 triliun hingga Rp 600 triliun per tahun, penurunan yield sebesar 80–90 bps bisa memberikan penghematan bunga sebesar Rp 6 triliun hingga Rp 8 triliun setiap tahun. Namun, penghematan tersebut belum langsung terasa dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), karena beban bunga ditentukan oleh stok utang eksisting dengan kupon tinggi yang masih mendominasi.
Rizal menilai, efisiensi baru akan terlihat dalam jangka waktu 2 hingga 3 tahun ketika sebagian besar utang jatuh tempo direfinansiasi dengan kupon rendah. Dari sudut pandang politik-ekonomi, capaian ini memperkuat narasi prudence fiskal di tengah tekanan belanja sosial yang tinggi. Stabilitas pasar surat utang menjadi kompensasi bagi kredibilitas kebijakan fiskal yang konsisten.
Meski tren penurunan yield menunjukkan positif, potensi penurunan lanjutan tidak tak terbatas. Imbal hasil SBN dipengaruhi oleh tiga faktor utama: ekspektasi inflasi, arah suku bunga kebijakan BI, dan persepsi risiko fiskal serta nilai tukar. Saat ini, inflasi berada dalam kisaran 2,5–2,8%, BI mulai menurunkan suku bunga, dan defisit APBN 2025 masih terkendali di bawah 3% PDB. Kombinasi faktor-faktor ini menjaga momentum penurunan yield.
Namun secara realistis, ruang penurunan mungkin hanya berkisar 5,8–6,0% di kuartal I 2026, karena adanya faktor eksternal seperti kebijakan The Fed. Menurut Rizal, imbal hasil yang terlalu rendah tanpa fundamental yang kuat justru bisa menimbulkan risiko over-pricing, di mana investor asing kembali menuntut premi risiko yang lebih tinggi.
Tren yield masih bisa turun, tetapi semakin rentan terhadap sentimen global, bukan hanya hasil dari kepercayaan domestik semata. Arah imbal hasil SBN akan sangat ditentukan oleh tata kelola politik fiskal dan strategi komunikasi ekonomi pemerintah.
Berikut beberapa faktor yang akan memengaruhi arah yield:
- Kredibilitas fiskal – Apakah pemerintah mampu menjaga defisit tetap di bawah 3% sambil menjalankan program besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan stimulus daerah? Jika kredibilitas tergerus, spread risiko bisa kembali melebar.
- Arah kebijakan moneter BI – Jika suku bunga acuan diturunkan lagi secara gradual, ruang penurunan yield bisa berlanjut. Namun jika tekanan kurs muncul akibat arus modal keluar, BI akan menahan langkahnya dan pasar merespons dengan repricing risiko.
- Sentimen eksternal – Dinamika geopolitik, harga minyak, dan arah kebijakan fiskal AS akan menentukan arah capital inflow.
Dengan demikian, meskipun ada peluang penurunan yield di masa depan, pemerintah harus terus menjaga keseimbangan antara stabilitas fiskal dan kebijakan moneter untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Saat ini belum ada komentar