Rp1,5 Triliun Surabaya dan Utang yang Tak Terucap: Saat “Pembiayaan Alternatif” Jadi Bahasa Baru Fiskal Kota
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 28 menit yang lalu
- comment 0 komentar

Kalau utang diganti nama jadi pembiayaan alternatif, ya tetap aja cicilannya minta dibayar. Yang berubah cuma nadanya, bukan isinya.
Bahasa yang Dipoles, Realitas yang Sama
Secara teknis, pembiayaan alternatif memang diatur dalam kerangka pengelolaan keuangan daerah dan bisa mencakup pinjaman ke lembaga keuangan, penerbitan obligasi daerah, hingga skema multi-years financing. Tapi, tidak peduli seberapa “alternatif” istilahnya — uang itu tetap pinjaman.
Kata orang, ganti istilah biar nggak serem. Tapi kalau tagihan datang, nggak ada yang bisa diganti selain muka pucet bendahara.
Framing Fiskal: Strategi Komunikasi atau Penghalusan Realitas?
Penggunaan istilah baru ini bisa dibaca dari dua sisi:
- Strategi Komunikasi Fiskal — Pemerintah mungkin ingin menampilkan wajah progresif dan modern, agar kebijakan terdengar inovatif, tidak menakutkan, dan lebih mudah diterima publik. “Utang” terdengar negatif, sedangkan “pembiayaan alternatif” terasa visioner.
- Penghalusan Bahasa — Di sisi lain, pergantian diksi ini bisa juga menjadi bentuk eufemisme fiskal—upaya mengaburkan realitas keuangan daerah agar kebijakan tampak aman tanpa perlu mengakui risiko utang.
Kadang bukan rakyatnya yang nggak paham ekonomi, tapi ekonominya yang disembunyikan di balik kata-kata.
Transparansi: Jangan Tersandera oleh Bahasa
Transparansi publik tidak boleh berhenti di level narasi. Masyarakat berhak tahu seberapa besar komitmen fiskal yang telah dan akan diambil pemerintah, baik disebut utang, pinjaman, atau pembiayaan alternatif.
Kalau semua serba ‘alternatif’, jangan-jangan transparansi juga ikut alternatif: ada tapi tak terlihat
Bahasa adalah alat kekuasaan. Begitu kata “utang” dihapus dari percakapan publik, tanggung jawab fiskal pun terasa menjauh.
Politikus pinter bukan yang ngerti ekonomi, tapi yang bisa bikin utang kedengeran kayak investasi masa depan
Belajar dari Negara Lain
Singapura: Transparansi Maksimal
- Semua kontrak pemerintah dipublikasikan online.
- Ada dashboard real-time untuk menampilkan progres proyek.
- Audit independen wajib untuk proyek bernilai besar.
Di sana rakyat bisa lihat proyeknya dari layar HP. Di sini, kadang mau lihat dokumen aja, harus bawa surat cinta dan restu pejabat.
Korea Selatan: Partisipasi Publik yang Aktif
- Warga bisa memberi masukan sejak tahap perencanaan proyek.
- Tersedia platform digital untuk monitoring dan komplain.
- Ada reward bagi whistleblower.
Mereka buka data, kita buka dada. Bedanya: mereka diaudit, kita cuma ngelus dada.
Surabaya dan Utang
Pada akhirnya, tak ada yang salah dengan mengambil pinjaman atau menerapkan multi-years financing—selama dilakukan transparan, terukur, dan akuntabel. Yang berbahaya adalah ketika kebijakan fiskal dibungkus kata-kata manis sehingga publik tak lagi paham apa yang sedang dikorbankan.
Utang itu kayak mantan, bro. Sekalipun udah diganti nama, bayangannya tetap nempel di tiap anggaran.