Soal Perumahan Alana, Ketua Komisi A : Jangan Serah Terima Unit Pada Konsumen !

DIAGRAMKOTA.COM – Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, meminta pengembang Perumahan Alana Gunung Sari Indah oleh PT Tumerus Jaya Propertindo untuk menunda proses serah terima unit kepada konsumen jika rekomendasi dari dinas terkait belum ditindaklanjuti secara menyeluruh.

Cak YeBe sapaan lekatnya menegaskan bahwa Komisi A telah memantau proses mediasi antara warga Gunungsari Indah dan pengembang serta menelaah dokumen resmi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM).

Dia memperingatkan agar proses administrasi dan fisik pembangunan disesuaikan terlebih dahulu dengan ketentuan perizinan yang berlaku.

“Kita meminta kepada pengembang untuk segera melaksanakan apa yang menjadi rekomendasi dari DSDABM dan Dinas Lingkungan Hidup sesegera mungkin,” ujar Cak YeBe, Kamis (12/6/2025).

Wakil Ketua DPC Gerindra ini menambahkan, berdasarkan informasi yang dia terima, proses serah terima unit rumah kepada pembeli dijadwalkan berlangsung pada Agustus 2025. Dia mengingatkan agar momen tersebut tidak dipaksakan jika kewajiban pengembang belum sepenuhnya dilaksanakan.

“Maka jangan sampai ada serah terima unit jika apa yang menjadi rekomendasi dan menjadi kewajiban pengembang belum ada tindak lanjutnya, karena ini akan menimbulkan masalah hukum dan ketidakpastian bagi warga,” tegasnya.

Lebih jauh, Cak YeBe menegaskan bahwa keberpihakan DPRD bukan hanya soal legalitas administratif, tetapi juga perlindungan terhadap hak masyarakat. Dia mengingatkan bahwa konsumen perumahan, warga sekitar, dan lingkungan hidup jangan sampai menjadi pihak yang dirugikan akibat ketidakpatuhan pengembang terhadap rekomendasi dinas teknis.

“Jangan sampai konsumen dan lingkungan serta warga existing menjadi pihak yang dirugikan akibat pengembang tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajiban yang harus dituntaskan, terutama terkait rekomendasi DLH dan DSDABM atas temuan di lapangan yang tidak sesuai dengan izinnya,” tegas tokoh masyarakat di Gunungsari Indah ini.

Berdasarkan dokumen resmi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya yang dikeluarkan pada 4 Maret 2025, ditemukan ketidaksesuaian antara rencana pembangunan yang disampaikan melalui formulir UKL-UPL dan bangunan yang sudah berdiri di lokasi proyek.

Bahkan dalam surat bernomor 600.4.6/2892/436.7.10/2025 itu, DLH menyebut pengembang harus segera melakukan penyesuaian dokumen lingkungan sesuai dengan kondisi aktual.

Dalam surat tersebut juga disebutkan bahwa pembangunan rumah dua lantai tidak tercantum dalam dokumen UKL-UPL yang telah disahkan. Padahal, berdasarkan hasil pengamatan lapangan, hampir seluruh unit dibangun dua lantai dengan total luas bangunan mencapai 17.943 m².

Perwakilan PT Tumerus Jaya Propertindo, Ferdi Wijaya mengakui adanya kekeliruan dalam dokumen lingkungan. Dia menyebut bahwa telah diajukan revisi atas kesalahan penulisan tipe bangunan yang terdapat di lampiran dokumen UKL-UPL.

“Ada kesalahan penulisan tipe di lampiran dokumen UKL-UPL Alana Gunung Sari Indah. Kami sudah ajukan revisi terhadap tipe bangunan,” terang Ferdi kepada wartawan.

Namun polemik tak berhenti di situ. PT Tumerus Jaya Propertindo juga sempat mengajukan permohonan pembebasan dari kewajiban membangun kolam tampung (long storage), yang sejatinya merupakan salah satu syarat utama dalam Surat Persetujuan Teknis Arahan Sistem Drainase dari DSDABM.

Menjawab hal ini, Ferdi menyampaikan bahwa pihaknya merasa keberadaan kolam tampung seluas 1.200 m² yang diminta DSDABM tidak memiliki urgensi. Pasalnya, menurut pengembang, drainase di kawasan Alana telah berdiri sendiri dan selama musim hujan tidak terjadi banjir.

“PU minta dibangunkan kolam tampung 1.200 m² di dalam lokasi Alana. Tapi lahan terbuka hijau yang bisa dipakai hanya 300 m². Jadi rekomendasi itu selain tidak ada lokasi yang cocok, juga tidak ada manfaatnya,” jelas Ferdi.

Namun, DSDABM Kota Surabaya dalam surat resminya tanggal 28 April 2025 menegaskan bahwa permohonan pembebasan kewajiban tersebut tidak dapat dikabulkan. Dinas menilai keberadaan kolam tampung wajib ada sebagai bentuk kompensasi dari perubahan fungsi lahan dan untuk mengantisipasi limpasan air hujan.

Komisi A DPRD Surabaya menyebut pihaknya akan terus memantau dan mengawal pelaksanaan semua rekomendasi teknis dari dinas terkait. Cak YeBe menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi agar pembangunan tidak mengorbankan lingkungan dan kepentingan masyarakat.

“Kalau izin dan kewajiban diabaikan, lalu pembangunan terus jalan, apa gunanya aturan? Kami tidak akan tinggal diam,” tandas Cak YeBe.(*)