DIAGRAMKOTA.COM – Perjuangan panjang pasangan suami istri Didik Noga Ahfidianto dan Eva, warga perumahan di Sidoarjo, akhirnya membuahkan hasil. Mereka berhasil memenangkan gugatan rekonvensi (gugatan balik) atas sengketa kelebihan tanah dengan pengembang perumahan, PT Chalidana Inti Cahaya.
Putusan perkara Nomor: 275/Pdt.G/2024/PN.Sda yang dibacakan oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo pada 27 Mei 2025 menyatakan bahwa PT Chalidana terbukti melakukan wanprestasi.
Sengketa bermula dari adanya kelebihan tanah seluas ±18 meter persegi di belakang rumah pasangan Didik-Eva. Tanah tersebut pada awalnya tidak diperbolehkan untuk dibeli. Namun, justru dijadikan dasar gugatan oleh pihak developer, yang menuntut pasutri tersebut.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan:
– PT Chalidana melakukan wanprestasi.
– Didik Noga Ahfidianto diwajibkan membayar Rp1,5 juta per meter persegi untuk tanah seluas ±18 m², total sebesar Rp27 juta.
– PT Chalidana wajib menerima pembayaran jual beli atas objek tanah tersebut.
– Putusan ini sah sebagai dasar peralihan kepemilikan atas tanah yang disengketakan.
Kuasa hukum Didik dan Eva, Rohmad Amrulloh, S.H., M.H., menyebut bahwa putusan hakim merupakan bentuk keadilan yang berpihak pada rakyat kecil.
“Putusan ini sudah sangat win-win solution. Hakim memutus secara objektif berdasarkan bukti dan keterangan saksi, serta mempertimbangkan asas keadilan dan kepastian hukum,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (16/6/2025).
Ia menambahkan bahwa nilai Rp1,5 juta per meter persegi yang ditetapkan hakim adalah harga pasar tertinggi di kawasan tersebut.
Meski demikian, pihak PT Chalidana mengajukan upaya hukum banding pada 5 Juni 2025. Menanggapi hal tersebut, pihak Didik-Eva juga telah mengajukan kontra memori banding melalui sistem e-Court sebagai respons resmi atas banding tersebut.
“Kami tetap menghormati proses hukum. Namun kami yakin putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo sudah tepat dan adil. Kami berharap putusan ini dikuatkan di tingkat banding,” tegas Amrulloh.
Sementara itu, Eva, istri Didik yang juga dikenal sebagai pelaku UMKM penjual kue, menceritakan tekanan yang ia rasakan ketika digugat oleh developer.
“Kami awalnya nggak tahu kalau ada kelebihan tanah. Rumah itu dibangun dan diserahkan begitu saja saat kami beli lewat KPR. Tapi malah kami yang digugat. Padahal yang salah ukur dan bangun itu mereka,” ungkap Eva.
Menurut Eva, persoalan ini bermula sejak akhir 2022, ketika mereka menyadari ada sisa tanah di belakang rumah. Upaya penyelesaian secara damai tidak berhasil, sehingga proses hukum pun dimulai pada tahun 2024 hingga akhirnya mendapat putusan pada Mei 2025.
“Alhamdulillah, keadilan masih berpihak pada rakyat kecil. Kami ingin masyarakat lain tidak takut memperjuangkan haknya. Hukum masih bisa melindungi,” ujarnya penuh syukur.
Kuasa hukum Didik-Eva menegaskan bahwa masyarakat tidak boleh ragu menggunakan jalur hukum jika merasa dirugikan.
“Pengadilan adalah benteng terakhir keadilan. Jangan ragu menuntut hak selama ada niat baik dan bukti yang jelas,” pungkas Amrulloh.
Saat ini, mereka tengah menunggu proses lanjutan atas banding yang diajukan oleh PT Chalidana. Pihak Didik-Eva optimistis bahwa putusan PN Sidoarjo akan dikuatkan di tingkat banding. (DK/di)