DIAGRAMKOTA.COM – Kearifan lokal dalam menjaga kelestarian lingkunganJauh sebelum konsep konservasi modern dikenal luas, masyarakat adat telah mengembangkan kearifan lokal yang terbukti efektif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kearifan lokal ini, yang terpatri dalam sistem nilai, pengetahuan tradisional, dan praktik turun-temurun, merupakan benteng pertahanan terakhir dalam menghadapi ancaman kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.
Salah satu contoh nyata kearifan lokal dalam menjaga lingkungan adalah sistem pertanian berkelanjutan. Sistem pertanian tradisional seperti subak di Bali, huma di Sumatera, dan ladang berpindah (dengan pengelolaan yang tepat) menunjukkan pemahaman mendalam akan siklus alam dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Subak, misalnya, bukan sekadar sistem irigasi, tetapi juga merupakan sistem sosial-keagamaan yang mengatur penggunaan air secara adil dan berkelanjutan, menghindari eksploitasi berlebihan dan menjaga kesuburan lahan. Sistem ini menghormati siklus alam, menghindari penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang merusak, dan mempertahankan keanekaragaman hayati. Meskipun saat ini menghadapi tekanan modernisasi, subak tetap menjadi bukti nyata keberhasilan kearifan lokal dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Selain pertanian, kearifan lokal juga tercermin dalam pengelolaan hutan. Masyarakat adat di berbagai wilayah Indonesia memiliki sistem pengelolaan hutan lestari yang telah diwariskan secara turun-temurun. Mereka memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian hutan. Sistem ini seringkali melibatkan pembatasan penebangan pohon, penggunaan kayu secara bijak, dan penanaman kembali pohon yang telah ditebang. Pengelolaan hutan adat ini tidak hanya menjaga kelestarian hutan, tetapi juga melindungi keanekaragaman hayati, menjaga sumber daya air, dan mencegah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Namun, pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak pengelolaan hutan adat masih menjadi tantangan besar yang harus diatasi.
Pengelolaan sumber daya air juga menunjukkan kearifan lokal yang luar biasa. Di banyak daerah, masyarakat telah mengembangkan sistem pengelolaan air yang berkelanjutan, meliputi pembangunan saluran irigasi, penggunaan air secara efisien, dan pelestarian sumber mata air. Sistem ini seringkali diintegrasikan dengan sistem kepercayaan dan ritual adat, menciptakan rasa tanggung jawab kolektif dalam menjaga kelestarian sumber daya air. Contohnya, di beberapa daerah di Jawa, terdapat tradisi ngaji atau ritual membersihkan sumber mata air secara berkala, sebagai bentuk penghormatan dan upaya menjaga kebersihan dan kelestariannya.
Namun, kearifan lokal ini saat ini menghadapi berbagai ancaman. Modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi menimbulkan tekanan besar terhadap praktik-praktik tradisional. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, perubahan pola konsumsi, dan masuknya teknologi modern yang tidak ramah lingkungan mengancam kelestarian lingkungan dan mengurangi peran kearifan lokal.
Oleh karena itu, upaya pelestarian dan pengembangan kearifan lokal sangat penting. Pemerintah dan berbagai pihak perlu berperan aktif dalam melindungi dan mempromosikan kearifan lokal sebagai bagian integral dari strategi pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan melalui pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat, integrasi kearifan lokal dalam kebijakan pembangunan, dan pendampingan masyarakat adat dalam mengadaptasi kearifan lokal di tengah perubahan zaman. Dengan demikian, kearifan lokal dapat terus berperan sebagai benteng pertahanan terakhir dalam menjaga kelestarian lingkungan Indonesia untuk generasi mendatang. Kita perlu belajar dari masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih lestari.
(red)