Magnet Keindahan Kota Lama, AH Thony: Perhatikan Kenyamanan dan Keamanan Warga di malam hari

PERISTIWA922 Dilihat

DIAGRAMKOTA.COM – Kota Lama Surabaya telah menjadi magnet baru sejak diresmikan oleh walikota pada 3 Juli 2024. Kawasan ini selalu ramai, terutama di akhir pekan. Lalu lintas di jalan arteri Rajawali dan Jembatan Merah menunjukkan keberhasilan revitalisasi ini.

Namun, kondisi berbeda terlihat di Jalan Mliwis, sebuah jalan sempit yang diapit tembok rustic dan gedung antik. Jalan ini sangat cocok untuk pejalan kaki yang ingin menikmati eksotika tanpa gangguan lalu lintas kendaraan bermotor, kecuali kendaraan dari gedung seperti Bank Prima dan PTPN X.

Jalan Mliwis menampilkan suasana apik dengan perpaduan pejalan kaki, mobil antik, Jeep, dan becak, terutama saat matahari terbenam. Namun, kenyamanan ini sering terganggu oleh mobil umum modern yang merusak pemandangan klasik dan membahayakan pejalan kaki. Meskipun ada larangan bagi mobil box, mobil modern masih bebas masuk, sehingga mengganggu keselamatan pejalan kaki.

Baca Juga :  Pelayanan Puskesmas 24 Jam di Surabaya, Politisi PSI: Masih Jauh dari Harapan

Belum lagi jika malam tiba, puluhan komunitas motor memenuhi gang tersebut. Mereka biasa datang diatas jam 11 hingga pukul 3 pagi.

Yang meresahkan dan membuat ketakutan warga, komunitas-komunitas itu seringkali ‘ngetes’ knalpot brong nya dari ujung ke ujung jalan mliwis.

Ricky, Ketua RT setempat, menegaskan, “Tidak cukup ada petugas patroli. Tapi perlu ada pos bagi petugas di tempat ini. Petugas jangan saja ngepos di Taman Sejarah. Tapi juga di jalan Mliwis karena jalan ini sudah menjadi pangkalan geng motor.”

Terhadap persoalan keamanan jalan Mliwis, Wakil ketua DPRD Surabaya AH Thony meminta Pemerintah memberikan perhatian serius.

“Di permukaan nampak baik-baik aja, tapi juga ada sisi kenyamanan dan keamanan yang harus dijaga,” ucap politis senior ini kepada diagramkota.com, Senin (15/7/2024)

Baca Juga :  Sinergi Pemerintah dan Komunitas: Bayi Bima Surabaya Kini Punya Akta dan BPJS Aktif

Sekarang kata Thony, gairah Kota Lama sudah menyentuh komunitas-komunitas muda-mudi.

“Saya membaca dari sisi psikologi emosional, mereka hanya ingin tampil dengan brand komunitas motor nya,” ungkap Thony.

“Hanya saja secara sosiologis, ketika muncul karakter perilaku kelompok, muncul nyali melakukan hal-hal yang mereka suka tadi, yang biasanya bertentangan dengan norma-norma di masyarakat, seperti membunyikan kendaraan dengan keras dan menggaung di gang-gang sempit di malam hari,” terangnya.

Untuk pencegahaan menurut Thony, pemasangan-pemasangan barier nampaknya kurang solutif.

“Pemerintah harus kembali memberikan edukasi cara menikmati pembangunan dengan etika saling menjaga,” kata Thony, tokoh pergerakan, politik sekaligus budayawan kota Surabaya ini.

“Mereka puas dengan suara kendaraannya, tapi ada pihak yang terganggu. Bisa dikendalikan dengan budaya tepo seliro,” pesannya.

Baca Juga :  Wacana Kenaikan Honor KSH: APBD Surabaya Bakal Semakin Terbebani

Namun kata, alumnus Fisip UGM’94 ini, perlu juga dilakukan penjagaan baik oleh satpol PP bekerjasama dengan kepolisian, khususnya pada malam hari.

“Patroli saja tidak cukup, kalau bisa aktifkan penjagaan dan CCTV, sekaligus terapkan e-tilang bagi yang dirasa melanggar,” ungkap Thony.

Untuk mobil-mobil yang melintas pada jam padat, Thony minta agar dinas perhubungan segera mencarikan solusi.

“Bisa lewat pembatasan jam atau yang lain,” tandas Thony. (dk/nw)

Share and Enjoy !

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *