Suara Puluhan Jurnalis Jember untuk Kebebasan Pers Menolak Revisi RUU Penyiaran

DAERAH1072 Dilihat

Diagram Kota Jember – Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jember melakukan aksi damai untuk menolak revisi rancangan Undang-Undang Penyiaran.

Salah satu pasal dalam revisi tersebut dianggap mengancam kebebasan pers, khususnya terkait larangan penayangan hasil peliputan jurnalisme investigasi. Aksi ini dilakukan dengan penuh semangat di bundaran DPRD Jember, Jawa Timur, pada Kamis (16/5) malam.

Sekretaris IJTI Tapal Kuda, Mahfud Sunardji, menegaskan bahwa larangan penayangan jurnalisme investigasi merupakan ancaman serius terhadap kebebasan pers.

“Larangan penayangan hasil peliputan jurnalisme investigasi tentu mengancam kebebasan pers, sehingga kami dengan tegas menolak RUU Penyiaran itu,” kata Mahfud Sunardji di Jember, Kamis (16/5/2024) malam.

Baca Juga :  Forwas dan Mahasiswa Unusida Bahas Solusi Sampah di Sidoarjo

Selain itu, revisi RUU Penyiaran juga menciptakan tumpang tindih dalam penyelesaian sengketa pers antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers. Hal ini dapat merugikan peran Dewan Pers sebagai lembaga independen yang menyelesaikan sengketa pers.

Sementara Anggota AJI Jember, Andi Saputra, menambahkan bahwa larangan tersebut tidak hanya membatasi kerja jurnalistik tetapi juga mengancam kebebasan pers secara keseluruhan.

“Revisi UU Penyiaran dipandang membawa jurnalisme Indonesia ke arah yang gelap karena mempersempit ruang gerak jurnalis dan hak berekspresi masyarakat umum,” tambah Andi.

Hal senada juga disampaikan oleh anggota PWI Jember Sutrisno yang menilai bahwa larangan penayangan hasil liputan investigasi dalam revisi RUU Penyiaran sangat terkesan tendensius dan membungkam karya jurnalistik yang berkualitas.

Baca Juga :  Respons Cepat! Perumda Delta Tirta Salurkan 15.000 Liter Air Bersih untuk Warga Terdampak Banjir di Candi

Para jurnalis berharap agar pemerintah dan DPR dapat mempertimbangkan ulang revisi RUU Penyiaran, menghapus pasal-pasal yang kontroversial, dan melibatkan Dewan Pers dalam proses pembahasan.

Dengan demikian, kebebasan pers dan hak publik atas informasi yang berkualitas dapat terjaga dengan baik.

Diberitakan, Dewan Pers baru-baru ini juga menyatakan sikap penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang digodok di DPR.

Menurut Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, RUU tersebut dapat membatasi kebebasan pers dan tidak mencerminkan pemenuhan hak konstitusional negara untuk mendapatkan informasi sebagaimana dijamin dalam UUD 45.

Alasan utama penolakan Dewan Pers terhadap draft RUU Penyiaran adalah karena aturan yang terkandung di dalamnya dianggap dapat menghambat kerja jurnalistik berkualitas.

Baca Juga :  Menguasai Strategi Pajak untuk Pengacara dan Konsultan: AHBI dan Perjakin Siap Membekali

Penting untuk memahami bahwa kebebasan pers adalah salah satu pilar demokrasi yang harus dijaga. Tanpa kebebasan pers yang kuat, sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan transparan. (dk/agus.h)

Share and Enjoy !

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *