Diagram Kota Jakarta – Dalam keterangannya, politisi Partai Golkar, Dhifla Wiyani, memberikan analisis mendalam terkait gugatan perbuatan melawan hukum penguasa (PMHP) yang diajukan oleh PDI Perjuangan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Dhifla menyoroti lima unsur kumulatif yang harus terpenuhi agar gugatan PMHP dapat dikabulkan. Menurutnya, jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka gugatan PMHP harus dinyatakan tidak terbukti.
“Jika satu saja unsur tidak terpenuhi maka PMHP harus dinyatakan tidak terbukti. Salah satu unsur yang adanya perbuatan melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata, di mana pelakunya adalah badan dan/atau pejabat pemerintah,” ujarnya, Senin (13/5/2024).
Dhifla juga menyoroti kesulitan dalam membuktikan adanya PMHP oleh KPU RI, terutama terkait dengan menghitung kerugian yang dialami oleh PDI Perjuangan.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa gugatan PMHP tidak memiliki kewenangan untuk menunda pelaksanaan penetapan KPU RI atas hasil pemilihan umum tahun 2024.
Dhifla juga menekankan bahwa apabila KPU RI terbukti melakukan PMHP, hanya Mahkamah Konstitusi yang berwenang membatalkan Surat Keputusan (SK) KPU tersebut, sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945.
“Menurut Pasal 24C UUD 1945, yang berhak membatalkan SK KPU tersebut hanyalah Mahkamah Konstitusi,” jelas Dhifla.
Selain itu, kata dia, gugatan PMHP bukanlah gugatan yang bisa menunda pelaksanaan penetapan KPU RI atas penetapan presiden terpilih tahun 2024.
Dia menjelaskan hal tersebut karena seandainya KPU RI dinyatakan telah melakukan PMHP, maka PTUN secara hukum tidak berwenang membatalkan atau menyatakan tidak sah atas Surat Keputusan (SK) KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan umum tahun 2024.
Analisis mendalam Dhifla Wiyani memberikan wawasan yang penting terkait dengan proses hukum yang sedang berlangsung, serta menyoroti aspek-aspek krusial yang harus dipertimbangkan dalam kasus ini.
Diketahui sebelumnya, bahwa PDI Perjuangan pada Selasa (2/4/2024) melakukan gugatan terhadap KPU RI di PTUN Jakarta. Gugatan partai politik tersebut mengenai perbuatan melawan hukum penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).
PDI Perjuangan menganggap KPU RI telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam menjalankan kewenangannya sebagai penyelenggara pemilu pada tahun 2024.
Karena adanya gugatan dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUN.JKT itu maka PDI Perjuangan meminta kepada KPU RI untuk menunda proses penetapan presiden terpilih 2024. (dk/ria)