BEMNUS Jatim: Tolak Militerisasi dan Penggusuran Atas Nama Keamanan
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sen, 20 Okt 2025
- comment 0 komentar

BEM Nusantara Jawa Timur (BEMNUS Jatim)
DIAGRAMKOTA.COM — Memperingati satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, BEM Nusantara Jawa Timur (BEMNUS Jatim) menyuarakan kritik tajam terhadap arah kebijakan nasional yang dinilai mengancam kehidupan sipil dan melemahkan demokrasi.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan pada Senin (20/10/2025) di Kampus Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Koordinator Daerah BEMNUS Jatim, Helvin Rosianda, menegaskan penolakan terhadap segala bentuk militerisasi ruang sipil dan penggusuran warga atas nama keamanan nasional.
“Sepanjang satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, kami mencatat ekspansi kekuatan militer ke ranah sipil semakin masif dan terstruktur. Ini bukan hanya mengancam ruang hidup rakyat, tapi juga menggerus fondasi demokrasi yang telah diperjuangkan sejak era Reformasi,” tegas Helvin.
Helvin menyoroti kasus rencana pembebasan 50 hektare lahan di Kaligentong, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, yang disebut akan digunakan sebagai lokasi pembangunan Markas Batalyon Teritorial Pembangunan (Batalyon TP). Menurutnya, proses tersebut dilakukan tanpa transparansi dan dialog yang substansial dengan masyarakat setempat.
“Warga Kaligentong, para petani dan pedagang kecil yang hidup turun-temurun di sana, kini menghadapi ketidakpastian dan ketakutan akan kehilangan tanah mereka. Kompensasi yang dijanjikan pun belum jelas dan tidak adil,” ujarnya.
BEMNUS Jatim menilai langkah semacam ini menandakan adanya kecenderungan negara menggunakan pendekatan keamanan untuk mengatasi persoalan sipil, yang berpotensi mengekang hak warga.
Melalui pernyataannya, BEMNUS Jatim menyampaikan empat tuntutan utama:
- Menolak pembebasan 50 hektare lahan di Kaligentong, Tulungagung untuk pembangunan Markas Batalyon TP.
- Mendesak Kementerian ATR/BPN agar lebih selektif dan bertanggung jawab dalam setiap proses pengadaan lahan, terutama yang berdampak pada kelompok rentan.
- Menuntut penarikan militer dari ranah sipil serta menegaskan bahwa prajurit TNI harus tunduk pada prinsip supremasi sipil dan peradilan umum.
- Mengecam praktik penggiringan opini publik oleh TNI melalui buzzer berbayar yang justru menimbulkan kegaduhan dan memperkeruh suasana sosial.
“Satu tahun pemerintahan ini seharusnya menjadi momentum evaluasi dan koreksi kebijakan. Namun yang kami lihat justru kecenderungan militerisasi yang makin kuat, ruang demokrasi yang makin menyempit, dan suara rakyat yang makin dibungkam,” kata Helvin.
Ia menegaskan, BEMNUS Jatim akan terus mengorganisir mahasiswa dan rakyat untuk mempertahankan hak-hak sipil, menolak ketidakadilan, serta memperjuangkan demokrasi yang sejati — demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai subjek, bukan objek kebijakan.
Dalam penutup pernyataannya, Helvin menyerukan agar pemerintah mendengarkan suara publik dan mengakhiri segala bentuk militerisasi kebijakan.
“Dengarkan suara rakyat. Hentikan militerisasi. Kembalikan tanah kepada warga. Hormati demokrasi yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata,” tegasnya.
Seruan tersebut juga ditujukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, mahasiswa, buruh, dan petani untuk bersatu memperjuangkan ruang hidup yang adil dan bermartabat bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Hidup Rakyat! Hidup Demokrasi! Tolak Militerisasi!” [@]




