Peran Soekarno dalam Diplomasi Indonesia
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 3 jam yang lalu
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Paling tidak terdapat beberapa hal yang dapat kita gunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai peran Soekarno dalam politik luar negeri Indonesia. Salah satu yang paling terkenal ialah prinsip politik bebas aktif.
Secara umum, pandangan politik Bung Karno dapat kita lihat melalui beberapa kebijakan berikut:
1. Prinsip Bebas Aktif
Soekarno mementingkan kebijakan netral, menolak mendukung Blok Barat maupun Blok Timur. Tujuannya adalah membangun hubungan dengan berbagai negara berdasarkan prinsip bebas aktif.
2. Konferensi Asia-Afrika (KAA)
Salah satu langkah besar yang dilakukannya adalah menginisiasi Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Pertemuan ini menjadi dasar kerja sama antara negara-negara Asia dan Afrika serta awal mula Gerakan Non-Blok.
3. Gerakan Non-Blok (GNB)
Indonesia pada masa Soekarno merupakan salah satu pendiri Gerakan Non-Blok (GNB) pada tahun 1961, yaitu suatu gerakan yang mengumpulkan negara-negara yang tidak memihak pada blok kekuatan utama dunia.
4. Pembebasan Irian Barat
Kebijakan luar negeri juga mengarah pada prioritas nasional, termasuk upaya diplomatik dan persaingan untuk memulihkan Irian Barat dari tangan Belanda.
5. “Membangun Dunia yang Baru”
Soekarno memberikan pidato penting dengan tema “Membangun Tatanan Dunia Baru” dalam Sidang Umum PBB ke-XV, yang menunjukkan pandangannya mengenai dunia yang lebih adil dan harmonis.
6. Konfrontasi dengan Malaysia
Pada masa Demokrasi Terpimpin, kebijakan luar negeri Indonesia cenderung menyimpang dari prinsip bebas aktif murni, dengan menunjukkan ketegangan terhadap Malaysia dan memperkuat hubungan dengan Blok Timur (politik poros Jakarta-Peking).
7. Keluar dari PBB
Puncak dari kebijakan yang bersifat konfrontatif ini adalah keputusan Indonesia untuk meninggalkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1965, sebagai bentuk protes terhadap masuknya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Puncak dari prestasi politik luar negeri Bung Karno adalah Konferensi Asia Afrika
Dapat dikatakan bahwa puncak prestasi politik luar negeri Bung Karno terlihat dari Konferensi Asia Afrika 1955 yang berlangsung di Bandung.
Pertemuan Asia-Afrika pertama yang diadakan di Bandung pada tahun 1955 merupakan warisan penting Indonesia bagi perdamaian global. KAA menghasilkan Gerakan Non-Blok yang pada masa itu berupaya mengurangi ketegangan Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
KAA diselenggarakan di Bandung pada 18-24 April 1955. Konferensi Asia Afrika Bandung dihadiri oleh 29 pemimpin dari benua Asia dan Afrika. Mereka mewakili sebagian besar penduduk dunia.
Pihak yang mendukung dan menyelenggarakan KAA adalah:
– Indonesia
– India
– Birma (Myanmar)
– Pakistan
– Sri Lanka
Lima negara ini memiliki masalah yang berbeda-beda, antara lain:
– Ketidakmauan Barat untuk berdiskusi mengenai nasib bangsa Asia – Kekeraskepalaan Barat dalam tidak ingin berunding tentang nasib bangsa Asia – Penolakan Barat terhadap dialog mengenai masa depan bangsa Asia – Ketidaksediaan Barat untuk melakukan pembicaraan tentang nasib bangsa Asia – Kebiasaan Barat yang enggan berunding mengenai nasib bangsa Asia
– Ketegangan yang terjadi antara Tiongkok dan Amerika Serikat
– Keinginan untuk membentuk perdamaian dengan Tiongkok dan Barat
– Penentangan terhadap pemerintahan kolonial, khususnya pengaruh Prancis di Afrika Utara
– Perselisihan Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Jaya – Perbedaan antara Indonesia dan Belanda terkait Irian Jaya – Konflik Indonesia melawan Belanda tentang Irian Jaya – Sengketa wilayah Indonesia dengan Belanda terkait Irian Jaya – Perdebatan Indonesia dan Belanda mengenai Irian Jaya
Peserta berasal dari berbagai negara di Afrika, Asia, hingga Timur Tengah. Di antaranya:
– Afghanistan
– Kamboja
– China
– Mesir
– Ethiopia
– Pantai Gading
– Iran
– Irak
– Jepang
– Yordania
– Laos
– Lebanon
– Liberia
– Libya
– Nepal
– Filipina
– Arab Saudi
– Sudan
– Suriah
– Thailand
– Turki
– Vietnam Utara
– Vietnam Selatan
– Yaman
Di Konferensi Asia Afrika Bandung, mereka membahas isu-isu yang dihadapi negara-negara bekas jajahan Barat yang sedang berkembang. Mulai dari masalah perdamaian, peran negara-negara dunia ketiga atau negara berkembang dalam Perang Dingin, pertumbuhan ekonomi, serta proses dekolonisasi.
Banyak peserta yang hadir, khususnya dari Afrika, mewakili dan menyampaikan harapan negara-negara yang sedang dalam proses merdeka. Harapan negara-negara Asia-Afrika melahirkan Deklarasi Bandung.
Pandangan Dasasila Bandung mencakup prinsip-prinsip dari Piagam PBB serta Lima Prinsip Jawaharlal Nehru, yang merupakan Perdana Menteri India.
Berikut isi Dasasila Bandung:
1. Menghargai hak-hak dasar manusia serta tujuan dan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Piagam PBB
2. Menghargai kedaulatan dan kesatuan wilayah setiap bangsa
3. Mengakui kesamaan antara semua suku bangsa dan kesamaan antara semua negara, besar maupun kecil
4. Tidak melakukan campur tangan atau pengaruh terhadap isu-isu internal negara lain
5. Menghargai hak setiap bangsa untuk bertahan hidup secara mandiri maupun bersama, sesuai dengan Piagam PBB
6. Tidak memanfaatkan aturan-aturan pertahanan kolektif untuk bertindak demi kepentingan khusus dari satu negara besar, dan tidak melakukan hal yang sama terhadap negara lainnya
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman yang bersifat agresif serta penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara.
8. Menyelesaikan semua sengketa internasional secara damai, seperti negosiasi, kesepakatan, arbitrase, atau metode damai lainnya, sesuai dengan pilihan pihak-pihak yang terlibat, sesuai dengan Piagam PBB
9. Meningkatkan kepentingan bersama dan kolaborasi
10. Menghargai peraturan hukum dan tanggung jawab–kewajiban internasional
Dasar Bandung menjadi harapan bagi seluruh peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung, terutama karena sebagian besar peserta pernah mengalami penjajahan. KAA Bandung nantinya memberikan inspirasi kepada Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, dan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser dalam membentuk Gerakan Non-Blok.
Begitulah bagaimana Peran Soekarno dalam politik luar negeri Indonesia. Semoga bermanfaat.





Saat ini belum ada komentar