Pemkot Surabaya Jelaskan Alasan Terbentuknya SILPA yang Mencapai Rp234,44 Miliar
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 10 jam yang lalu
- comment 0 komentar

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi
DIAGRAMKOTA.COM –Â Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengungkap alasan terbentuknya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) sebesar Rp234,44 miliar pada Oktober 2025. Penjelasan ini dilakukan sebagai bagian dari transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah yang sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Pendapatan Daerah Terdiri Dari Berbagai Sumber
Menurut Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, pendapatan daerah terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Transfer ke Daerah (TKD). Keduanya menjadi sumber utama dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“PAD berasal langsung dari kota, sedangkan TKD datang dari pemerintah pusat. Ada berbagai jenis transfer seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH),” jelasnya.
PAD Menjadi Sumber Utama Pendapatan
Sebagian besar pendapatan Surabaya berasal dari PAD, sehingga beberapa proyek tidak bisa langsung dijalankan di awal tahun anggaran. Proses lelang biasanya baru dimulai setelah PAD masuk, yang membuat pelaksanaan proyek seringkali terlambat.
“Nah, karena itu kita harus menunggu dulu sampai PAD masuk. Setelah itu, lelang bisa dilakukan di bulan Maret atau April, sehingga proyek selesai di November,” ujarnya.
Penggunaan SILPA untuk Kebutuhan Rutin
Dana SILPA digunakan untuk memenuhi kebutuhan wajib seperti pembayaran gaji pegawai, listrik, dan air. Jumlah dana yang dialokasikan untuk kebutuhan tersebut mencapai sekitar Rp400–Rp500 juta per bulan.
“Kebutuhan rutin ini harus tersimpan, tidak boleh digunakan. Jadi, SILPA dibutuhkan agar kebutuhan dasar tetap terpenuhi,” tambahnya.
Pentingnya Menjaga Ketersediaan Dana Minimal Dua Bulan
Wali Kota Eri menjelaskan bahwa dana SILPA harus disimpan minimal selama dua bulan agar dapat memenuhi kebutuhan pemkot secara tepat waktu. Ia juga menyatakan bahwa jika dana dikeluarkan terlalu cepat, maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan bulan berikutnya.
“Jika daerah terlalu cepat mengeluarkan dana, maka kebutuhan bulan depan bisa tidak terpenuhi. Itu risiko yang tidak boleh diambil,” katanya.
Proses Pengelolaan Dana dari Pemerintah Pusat
Selain PAD, dana dari pemerintah pusat seperti DAU dan DBH juga memengaruhi waktu pelaksanaan proyek. Dana tersebut biasanya turun di tengah-tengah tahun, bukan di awal.
Contohnya, dana dari Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) cair per triwulan. Oleh karena itu, proyek hanya bisa dimulai setelah dana tersebut masuk.
“Kita tidak bisa langsung menggunakan dana tersebut begitu saja. Harus menunggu dana masuk terlebih dahulu,” jelasnya.
Keberadaan SILPA Tidak Menunjukkan Ketidaktepatan
Wali Kota Eri menegaskan bahwa kondisi SILPA yang terbentuk merupakan hal yang wajar di daerah dengan dominasi PAD tinggi seperti Surabaya. Hampir semua kota besar memiliki pola serupa dalam pengelolaan anggaran.
“Karena uang kita adalah uang PAD, kita harus mempertahankan dana untuk kebutuhan rutin. Ini prinsip dasar dalam pengelolaan keuangan daerah,” tegasnya.
Pengelolaan SILPA Sesuai Aturan dan Prinsip Kehati-hatian
Pemkot Surabaya tetap memastikan dana SILPA dikelola sesuai aturan dan prinsip kehati-hatian. Selain itu, Pemkot juga tidak membiarkan dana bagi hasil mengendap hingga tahun berikutnya.
“Jika dana turun di Januari, kita tidak boleh membiarkannya mengendap. Harus segera digunakan untuk kebutuhan yang mendesak,” ujarnya.
Penjelasan tentang Larangan Menyimpan Kas di BPD Wilayah Lain
Wali Kota Eri sepakat dengan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang melarang pemerintah daerah menyimpan kas di Bank Pembangunan Daerah (BPD) wilayah lain. Ia menjelaskan bahwa meskipun demikian, dana yang diperlukan harus tetap disisihkan.
“Jika uang Surabaya ditaruh di Bank Jakarta, itu salah. Namun, kita tetap perlu menyisihkan dana untuk kebutuhan bulanan,” tandasnya.





Saat ini belum ada komentar