Evaluasi Sistem Pilkada Jadi Fokus, Inisiatif Lokal Tidak Berkembang
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 6 jam yang lalu
- comment 0 komentar

Kemandirian Daerah Masih Tantangan Besar
DIAGRAMKOTA.COM – Di tengah semangat desentralisasi yang telah berjalan hampir dua dekade, masih banyak daerah di Indonesia yang belum mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Bachtiar, dalam acara peluncuran Indeks Partisipasi Pilkada 2024 yang digelar oleh KPU RI di Jakarta.
Bachtiar menilai bahwa sistem politik dan rekrutmen kepala daerah saat ini belum sepenuhnya berhasil menciptakan kemandirian dan otonomi sejati. Menurutnya, sebagian besar daerah masih mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat, sementara inisiatif lokal terlihat kurang berkembang.
“Daerah kan hampir sebagian besar tidak otonom. Masih mengandalkan dana transfer. Kemudian inisiatif lokal ini kurang berkembang,” ujar Bachtiar dalam acara tersebut. Ia menegaskan bahwa sistem pemilihan kepala daerah secara langsung yang diberlakukan sejak 2005 perlu dievaluasi secara mendalam.
Demokrasi, menurut Bachtiar, tidak pernah statis—ia harus beradaptasi dengan tantangan zaman. Dalam konteks Indonesia, tantangan utamanya adalah bagaimana daerah mampu menggerakkan roda pembangunan tanpa ketergantungan berlebih kepada pemerintah pusat.
“Bahkan Jakarta yang selalu dinilai daerah mandiri pun masih bergantung pada dana transfer dari pusat,” tambah Bachtiar, menyoroti ironi bahwa ibu kota sekalipun belum sepenuhnya mandiri secara fiskal.
Perlu Evaluasi Sistem Pilkada
Bachtiar menegaskan bahwa baik sistem Pilkada langsung maupun tidak langsung hanyalah instrumen. Yang lebih penting, menurut dia, adalah bagaimana sistem tersebut bisa menghasilkan pemimpin berjiwa negarawan—mereka yang bukan hanya populer di tingkat lokal, tetapi juga memiliki kapasitas untuk membawa daerah menuju kesejahteraan dan keadilan sosial.
“Evaluasi juga menunjukkan, ternyata sistem langsung ini menghasilkan banyak masalah hukum, sementara otonomi daerah justru stagnan,” kata Bachtiar. Pandangan ini mencerminkan kegelisahan pemerintah terhadap dinamika politik lokal yang sering kali didominasi kepentingan jangka pendek.
Kemendagri kini membuka ruang diskusi untuk meninjau kembali Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Bachtiar menyebut bahwa sebelum mengubah sistem Pilkada, perlu dilakukan koreksi terhadap struktur kewenangan dan hubungan keuangan pusat-daerah yang selama ini timpang.
“Apakah sistemnya tetap langsung seperti ini, atau kembali ke tidak langsung, atau asimetris—semua masih terbuka untuk dibahas. Asimetris ini menjadi salah satu opsi yang patut didiskusikan,” katanya. Sistem asimetris yang dimaksud mengacu pada penerapan model pemerintahan yang berbeda antar daerah, menyesuaikan kondisi sosial, ekonomi, dan geografisnya.
Mencari Solusi untuk Kemandirian Daerah
Pernyataan Bachtiar mencerminkan arah baru dalam perdebatan kebijakan desentralisasi: bukan sekadar soal siapa yang memilih kepala daerah, tetapi bagaimana memastikan pemerintahan lokal mampu mengelola potensinya sendiri. Dalam kacamata lebih luas, ini adalah panggilan untuk memperkuat tata kelola daerah agar selaras dengan visi pembangunan nasional yang inklusif.
Sebagai negara kepulauan dengan 38 provinsi dan ribuan kabupaten/kota, Indonesia menghadapi tantangan besar untuk memastikan semua daerah tumbuh bersama. Tanpa kemandirian fiskal dan inovasi kebijakan lokal, desentralisasi hanya akan menjadi slogan—sementara ketimpangan antarwilayah terus melebar. Evaluasi sistem Pilkada, bagi Bachtiar, adalah langkah awal untuk memperbaiki fondasi otonomi yang sejati.
Saat ini belum ada komentar