Anggaran Ketahanan Energi dan Peran Batubara dalam Perekonomian Nasional
DIAGRAMKOTA.COM – Pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 402,4 triliun untuk program ketahanan energi dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026. Anggaran ini akan digunakan untuk berbagai program seperti subsidi energi, insentif perpajakan, pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), serta penyediaan listrik desa.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aryo Djojohadikusumo, menjelaskan bahwa batubara masih memegang peran penting dalam ketahanan energi Indonesia. Ia menekankan bahwa ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan air menjadi prioritas utama pemerintahan Presiden Prabowo. Menurutnya, batubara akan selalu menjadi bagian penting dalam ketahanan energi negara ini.
Ia juga menyoroti bahwa kontribusi industri batubara terhadap perekonomian nasional tidak bisa diabaikan. Sektor ini turut membayar pajak, membangun sekolah dan rumah sakit, hingga memperkuat infrastruktur lainnya. Kontribusi yang besar ini harus diperhatikan oleh para pelaku usaha.
Dalam tiga tahun terakhir, kontribusi batubara terhadap penerimaan negara tercatat konsisten melampaui migas. Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa hingga semester I 2025, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari mineral dan batubara mencapai Rp 74,2 triliun atau 59,5% dari target tahunan. Angka ini meningkat sebesar 1,1 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu.
Namun, di sisi lain, kinerja produksi dan ekspor batubara justru melemah. Hingga Agustus 2025, produksi nasional hanya mencapai 485,71 juta ton atau 65,72% dari target. Realisasi ini turun sebesar 12,14% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Ekspor juga mengalami penurunan sekitar 11% secara tahunan, sementara harga global terus menurun akibat oversupply di China.
Tekanan eksternal ini semakin berat karena adanya tantangan domestik. Mulai dari maraknya tambang ilegal, biaya produksi yang kian tinggi, hingga regulasi yang sering berubah mendadak. Aryo menyoroti pentingnya adaptasi dalam menghadapi tantangan baru. Ia memberikan contoh pengembangan teknologi seperti coal gasification dan diversifikasi produk turunan batu bara yang dapat mendukung ketahanan pangan.
Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Priyadi, menilai bahwa industri perlu lebih adaptif di tengah tekanan harga global. Menurutnya, tantangan utama industri batu bara saat ini bukan hanya fluktuasi pasar global, tetapi juga ketidakpastian regulasi. Pasar tidak bisa dikendalikan, sehingga perusahaan harus fokus pada efisiensi operasional.
Priyadi menambahkan bahwa konsistensi kebijakan sangat penting untuk menjaga kepastian usaha. Pasalnya, industri batu bara nasional masih menyimpan cadangan besar dan berpotensi mendukung transisi energi. Ia berharap pemerintah tidak terus-menerus mengeluarkan aturan baru yang justru membebani industri.