FSGI Minta Pemerintah Hentikan Sementara Program MBG
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Rab, 24 Sep 2025
- comment 0 komentar

Para siswa siswi yang menerima MBG
Masalah yang Muncul dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
DIAGRAMKOTA.COM – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyoroti berbagai masalah yang terjadi dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut FSGI, program yang dianggap sebagai salah satu unggulan Presiden Prabowo Subianto ini tidak disertai perencanaan yang matang. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai risiko, mulai dari gangguan kesehatan bagi siswa hingga beban tambahan bagi guru dan sekolah. Selain itu, program ini juga dinilai membuka potensi kerugian negara.
Ketua Umum FSGI, Fahriza Marta Tanjung, mengatakan bahwa kasus keracunan massal menjadi bukti lemahnya pengawasan terhadap MBG. “Masalah ini tidak hanya terjadi di satu daerah saja, tetapi bisa ditemukan di mana-mana,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Rabu, 24 September 2025. Ia menilai, kelemahan dalam perencanaan dan pengawasan membuat setiap daerah berpotensi mengalami kejadian serupa.
FSGI mencatat bahwa sejauh ini, masalah MBG telah terjadi di 14 provinsi, termasuk Aceh, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Jakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Utara. Berbagai masalah seperti makanan basi, berbelatung, berbau tidak sedap, porsi minimalis, serta temuan kecoa telah dilaporkan. Salah satu kasus terbaru terjadi di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, yang menyebabkan 364 siswa mengalami keracunan dan ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Menurut Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, anggaran untuk MBG justru meningkat tajam meskipun program ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik. “Ironinya, alih-alih dievaluasi, anggaran MBG tahun 2026 malah disahkan DPR sebesar Rp 335 triliun, naik dari Rp 71 triliun pada 2025, padahal serapannya baru 22 persen per awal September 2025,” katanya.
Selain berdampak pada kesehatan siswa, pelaksanaan MBG juga memberatkan guru dan sekolah. Di Sleman, Yogyakarta, guru diminta mencicipi makanan lebih dulu demi mencegah keracunan, sementara di Ngawi, Jawa Timur, sekolah harus mengganti wadah stainless rusak dengan harga Rp 80 ribu per unit, meski di pasaran harganya separuh lebih murah. “Ada risiko kesehatan bagi guru dan beban ekonomi bagi sekolah,” ujar Retno.
FSGI juga menyoroti kasus penolakan Kepala SDN 017 Napo, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, yang enggan menandatangani nota kesepahaman MBG karena meragukan kualitas dan mekanisme distribusi. Penolakan tersebut justru mendapat dukungan sebagian besar orang tua siswa.
Menurut FSGI, kasus-kasus di berbagai daerah, termasuk keracunan massal di Garut yang menelan 657 korban, menunjukkan bahwa MBG berpotensi menjadi tragedi nasional. “Banyak peserta didik PAUD juga menjadi korban, padahal mereka sangat rentan,” ujar Fahriza.
FSGI memberikan lima rekomendasi kepada pemerintah, antara lain evaluasi menyeluruh dengan melibatkan sekolah dan orang tua, moratorium program selama proses evaluasi, serta mendorong keterbukaan publik terkait permasalahan MBG di lapangan. Selain itu, FSGI juga meminta Menteri Keuangan agar anggaran MBG yang tak terserap pada 2025 dialihkan untuk pendidikan, khususnya peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru. “Daripada mubazir, lebih baik untuk pelatihan, tunjangan guru honorer, atau tunjangan profesi guru,” ujarnya.
“Semua kekacauan MBG di berbagai tempat sudah semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah. Jangan menunggu ada korban meninggal baru sadar pentingnya perlindungan anak,” kata Fahriza.
Saat ini belum ada komentar