Dugaan Tanda Tangan Palsu, Anggota DPRD NTB Dilaporkan ke Polisi

Dugaan Pemalsuan Dokumen Tanah Melibatkan Anggota DPRD NTB

DIAGRAMKOTA.COM – Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB) dari Fraksi Golkar, Evan Limantika, diduga terlibat dalam kasus pemalsuan dokumen tanah. Isu ini muncul setelah pengurus wilayah Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PW SEMMI) NTB mengungkap kronologi yang menyebut nama wakil rakyat tersebut. Kasus ini menunjukkan dugaan tindakan tidak sah terkait peralihan hak atas lahan yang sebelumnya dibeli secara legal oleh seorang warga.

Lokasi dan Awal Peristiwa

Tanah yang menjadi perdebatan berada di So Nangadoro, Desa Hu’u, Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu. Lahan tersebut awalnya dibeli secara sah oleh Muh. Adnan dari almarhum M. Saleh pada tahun 2011. Pembelian dilakukan dengan menggunakan sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 417, lengkap dengan bukti kwitansi dan dokumen resmi lainnya. Sertifikat asli tetap berada di tangan Muh. Adnan.

Kronologi Peristiwa

Pada tahun 2013–2014, Evan Limantika mulai mendekati Muh. Adnan dengan dalih menjaga aset tanah miliknya. Dalam proses ini, beberapa dokumen kwitansi pembelian diserahkan kepada Evan. Pada tanggal 23 Maret 2015, permohonan penerbitan sertifikat pengganti diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dompu atas nama M. Saleh dengan alasan sertifikat hilang. Padahal, sertifikat asli masih berada di tangan Muh. Adnan.

Selanjutnya, pada 28 Oktober 2015, melalui akta jual beli di hadapan Notaris Munawir, SH, tanah tersebut dialihkan kepada Evan. Dasar peralihan hak berasal dari Jaenab, istri almarhum M. Saleh. Namun, Jaenab membantah bahwa dirinya pernah hadir di BPN maupun di kantor notaris untuk proses peralihan hak tersebut.

Hasil Uji Laboratorium Forensik

Hasil uji laboratorium forensik Nomor Lab: 479/DTF/2025 tertanggal 24 Maret 2025 memperkuat dugaan pemalsuan. Tanda tangan atas nama Jaenab pada dokumen jual beli dinyatakan sebagai “Spurious Signature” atau tanda tangan palsu. Hal ini memberikan indikasi kuat bahwa dokumen yang digunakan dalam peralihan hak adalah hasil pemalsuan.

Proses Hukum yang Berjalan

Kasus ini pertama kali dilaporkan ke polisi melalui Laporan Pengaduan Nomor: Lepas/VII/2024/MDK tanggal 11 Juli 2024. Penyidikan kemudian dilanjutkan dengan Surat Perintah Lidik Nomor: SP.Lidik/520/VII/RES.1.9/2024/Reskrim. Tahap penyidikan dilanjutkan berdasarkan Surat Perintah Pengembangan Perkara (SPDP) Nomor: SPDP/39/II/RES.1.9/2025/Reskrim pada 13 Februari 2025.

Sampai saat ini, 12 saksi telah diperiksa, termasuk ahli pidana dan ahli forensik. Penyidik juga telah mendapatkan izin resmi dari Ketua DPRD NTB untuk memeriksa Evan, meskipun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan.

Upaya Menggugurkan Kasus

Evan mencoba menggugurkan kasus pidana ini dengan mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Dompu (No. 01/Pdt.G/2025/PN Dpu dan No. 16/Pdt.G/2025/PN Dpu). Namun, kedua gugatan tersebut akhirnya dicabut.

PW SEMMI NTB menilai bahwa kasus ini tidak boleh ditarik ke ranah perdata semata karena jelas menyangkut dugaan tindak pidana pemalsuan. Menurut mereka, kasus ini merupakan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggelapan tanah. Aparat hukum diminta segera menuntaskan proses penyidikan dan menyeret Evan ke meja hijau.

Pernyataan Kuasa Hukum

Kuasa hukum Muh. Adnan, Supardin Siddik, S.H., M.H., menyatakan bahwa upaya Evan melalui gugatan perdata hanyalah bentuk pengalihan isu. Fakta hukum sangat jelas, bahwa tanah SHM Nomor 417 sudah sah dijual almarhum M. Saleh kepada klien mereka. Peralihan hak atas nama Evan cacat hukum karena menggunakan dokumen palsu, termasuk tanda tangan istri almarhum yang sudah terbukti palsu. Ia mendesak penyidik dan kejaksaan segera menuntaskan kasus ini sesuai aturan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *