Polisi Buka Alasan Pegawai Bank Swasta di Surabaya yang Lakukan KDRT ke Istrinya Belum Jadi Tersangka

DIAGRAMKOTA.COM – Tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh seorang karyawan bank swasta terkenal di Surabaya, AAS, berusia 40 tahun terhadap istrinya, IGF, yang berusia 32 tahun, belum menyebabkan AAS langsung menjadi tersangka.

Petugas PPA Polrestabes Surabaya telah menahan AAS sebagai tersangka tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap istrinya, IGF. Namun, kedatangan AAS ke kantor polisi tersebut adalah untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

Sampai saat ini, AAS belum ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini disampaikan oleh Kanit PPA Polrestabes Surabaya, Iptu Eddie Octavianus Mamoto. Ia mengatakan pihaknya masih melakukan pengambilan keterangan tambahan.

“Silakan menunggu, saya masih dalam proses pemeriksaan dan penelitian lebih lanjut,” kata Eddie saat dihubungi oleh awak media pada Senin (25/8).

Namun, Unit PPA Polrestabes Surabaya bekerja sama dengan berbagai pihak agar korban mendapatkan pendampingan dan perlindungan.

“Untuk korban (IGF), rekan-rekan dari DP3A (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) atau UPTD PPA Kota Surabaya telah berkomunikasi dengan pihak korban,” tambahnya.

Perbuatan buruk AAS terhadap istrinya terekam oleh kamera CCTV dan menyebar luas di media sosial. Dari rekaman tersebut, AAS nekat memukul, menganiaya, hingga menjatuhkan korban, yang bahkan dilihat oleh anaknya yang masih di bawah umur.

Ironisnya, pelaku terus-menerus melakukan kekerasan terhadap korban selama periode 2023 hingga 2025, termasuk saat IGF sedang dalam kondisi hamil muda atau sudah berbadan besar selama tujuh bulan. Dengan bantuan kuasa hukumnya, IGF akhirnya melaporkan pelaku ke Polrestabes Surabaya.

Di sisi lain, pengacara korban, Andrian Dimas Prakoso menyampaikan bahwa kliennya masih menantikan keadilan terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya.

Bahkan kekerasan tersebut sering dilakukan oleh suaminya sebanyak lebih dari 20 kali sepanjang masa yang masih diingat oleh korban.

“Ini menyebabkan korban mengalami cedera fisik maupun mental. Yang paling menetap adalah saat sedang hamil tujuh bulan dan dilihat langsung oleh anaknya,” ujar Andrian saat dikonfirmasi, Minggu (24/8).

Pihak korban juga secara tegas menolak langkah mediasi terkait kasus KDRT ini. Terlebih lagi, pihak terlapor, yaitu AAS, belum pernah menyampaikan satu kalimat pun permintaan maaf resmi kepada IGF.

“Pada perjalanan kemarin, kami juga diberitahu oleh rekan-rekan penyidik bahwa ada ruang mediasi. Saat ini, klien kami (korban IGF) bersikap tegas menolak adanya proses mediasi,” ujar Andrian. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *