Jejak Ardjoeno Boulevard: Dari Jalur Trem Hingga Gedung PN Surabaya yang Jadi Cagar Budaya
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Rab, 27 Agu 2025
- comment 0 komentar

Foto gedung PN Surabaya. (Istimewa)
DIAGRAMKOTA.COM – Nama Jalan Arjuno di Surabaya menyimpan kisah panjang yang jarang diketahui banyak orang. Tempo dulu, kawasan ini dikenal dengan sebutan Ardjoeno Boulevard. Istilah boulevard sendiri berasal dari bahasa Prancis, yang berarti jalan dengan pemisah di tengah, biasanya ditanami pohon-pohon peneduh, sehingga menghadirkan suasana sejuk dan tertata.
Pada tahun 1886, perusahaan angkutan darat Oost Javasche Stoomtram (OJS) meresmikan jalur trem Soerabaia–Sepandjang. Jalur terpanjangnya membentang dari Weg Goenoengsari, lalu berbelok ke Dierentuin (kini Kebun Binatang Surabaya), melewati Reiniersz Boulevard (Jalan Diponegoro), Passarkembangstraat, Ardjoeno Boulevard, hingga NIS laan (sekarang Jalan Semarang), dan berakhir di Passartoeri. Trem uap inilah yang memberi denyut kehidupan baru di kawasan Surabaya kala itu.
Meski tidak semegah kawasan Darmo Boulevard, Ardjoeno Boulevard tetap diperuntukkan sebagai area pemukiman bergengsi. Bedanya, bangunan kuno di sini tidak sebanyak di kawasan Rajawali, Jembatan Merah, atau Veteran. Namun, ada satu bangunan ikonik yang hingga kini masih berdiri gagah: Gedung Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Gedung PN Surabaya dibangun pada tahun 1924 dengan nama Lanraad, pengadilan yang digunakan pada masa kolonial Belanda. Meski luas bangunannya hanya sekitar 100 meter persegi, desain arsitekturnya khas kolonial: simetris, rapi, dan berwibawa. Dari lobi hingga selasar, pintu dan jendela yang lebar menjadi ciri khas gaya arsitektur Eropa pada zamannya.
Kini, kompleks PN Surabaya terdiri dari tiga bangunan. Gedung utama yang menghadap ke Jalan Arjuno adalah peninggalan Belanda dan telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Gedung bersejarah ini kini hanya difungsikan sebagai ruang sidang, sementara dua bangunan tambahan di bagian belakang digunakan sebagai kantor hakim, panitera, dan administrasi.
Status cagar budaya itu diperkuat dengan SK Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/004/402.1.04/1998 dengan nomor urut 62. Pada sebuah tugu kecil di sisi kiri pintu masuk, tercantum jelas penetapan tersebut—sebagai penanda bahwa gedung ini dilindungi undang-undang dan menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Surabaya.
Dari Ardjoeno Boulevard hingga kini bernama Jalan Arjuno, kawasan ini bukan sekadar lintasan lalu lintas kota, melainkan ruang yang menyimpan cerita panjang tentang transportasi, permukiman elit tempo dulu, hingga warisan kolonial yang kini dijaga sebagai cagar budaya. (dk/nw)