Oleh: Agung (Warga Surabaya)
DIAGRAMKOTA.COM – Hari Lingkungan Hidup 2025! Bayangkan berjalan di tepi Sungai Brantas, Surabaya, dan mencium bau busuk dari air yang tercemar limbah domestik dan industri. Atau, melangkah di Jalan Kalimas Baru, di mana banjir rob setinggi 30 cm menggenang pada Mei 2025 (detik).
Surabaya, Kota Pahlawan yang pernah bangga dengan Adipura Kencana, kini berjuang melawan tumpukan sampah, banjir rob yang memburuk, dan sungai yang sekarat. DPRD dan Pemkot Surabaya, apakah kalian masih sibuk memamerkan trofi sementara kota ini tenggelam dalam krisis lingkungan?
Fakta dan Data: Krisis Lingkungan di Surabaya
Sampah yang Menggunung: Surabaya menghasilkan 1.500 ton sampah per hari pada 2023, yang dibuang ke TPA Benowo, jauh dari target Program Indonesia Bebas Sampah 2025. Dari 600 unit bank sampah, hanya 5 ton per hari yang berhasil dikurangi.
Forum Lingkungan Hidup APEKSI Mei 2025, mengungkapkan Surabaya tertinggal 11% dari target pengelolaan sampah nasional 51% sesuai Perpres Nomor 12 Tahun 2025. Teknologi Black Soldier Fly (BSF) mampu mengurai 12 kg sampah organik per 10.000 larva dalam 12 hari, tapi skalanya masih kecil.
Banjir Rob dan Penurunan Tanah: Banjir rob melanda pesisir Surabaya, seperti Jalan Kalimas Baru dan Perak Barat, dengan genangan hingga 30 cm pada Mei 2025 akibat pasang maksimum fase bulan baru.
Penurunan tanah di pesisir Timur dan Utara, diperparah hilangnya mangrove akibat urbanisasi, meningkatkan risiko. Pemkot telah mengalokasikan Rp9,6 triliun untuk 3.764 usulan pekerjaan, berhasil mengurangi titik genangan dari 271 menjadi 180 hingga 2024. Namun, solusi berbasis alam seperti sabuk hijau mangrove masih mandek.
Pencemaran Air yang Parah: Sungai Brantas dan anak sungainya, seperti Tambak Wedi, tercemar berat, dengan 62% limbah dari domestik, mengandung nitrit, minyak, dan fenol di atas baku mutu. Sanitasi buruk di kawasan seperti Petemon dan Sawahan, dengan minimnya IPAL komunal, memperparah kebiasaan warga membuang sampah ke sungai, seperti popok di Kali Surabaya Mongabay, 2017.
Polusi Udara dan Limbah B3: Indeks kualitas udara (AQI) Surabaya sering sedang hingga tidak sehat, dengan puncak AQI 166 pada Maret 2024, didorong emisi kendaraan dan industri. Limbah B3, seperti dari pembakaran sampah plastik di pabrik tahu, menghasilkan dioksin berbahaya, dengan pengawasan DLH yang masih lemah.
Ruang Terbuka Hijau (RTH): Pemkot meningkatkan RTH menjadi 7,377,667 hektar atau 22,05% hingga 2024, menambah ruang hijau untuk mitigasi banjir dan polusi. Namun, efektivitasnya terbatas karena banyak lahan belum terkelola optimal.
Analisis Kritis: DPRD dan Pemkot
Adipura Kencana seperti tabir yang menyembunyikan krisis lingkungan Surabaya. Pengelolaan sampah masih terjebak pada pola kumpul-angkut-buang, dengan Perda Nomor 1 Tahun 2019 yang belum efektif, 2024. Anggota DPRD periode lalu, pernah menyoroti minimnya inovasi teknologi, tapi tindak lanjutnya lamban.
Pemkot patut diapresiasi atas anggaran Rp9,6 triliun untuk banjir dan RTH 22,05%, tapi banjir rob tetap menggenang, dan rencana sabuk hijau mangrove era Wali Kota Bambang Dwi Hartono tak kunjung terwujud. Proyek seperti Surabaya World City (SWL) dituding menghancurkan mangrove dan menggusur ribuan nelayan, memperparah risiko ekologis. Pengawasan limbah B3 lelet, dengan pelaku pencemaran seperti industri pembakar plastik masih bebas. Sanitasi buruk di Petemon dan Sawahan membuat sungai jadi tempat sampah terbuka.
Solusi dan Seruan untuk DPRD dan Pemkot
Revolusi Pengelolaan Sampah: Perkuat bank sampah dengan pelatihan, timbangan, dan insentif untuk capai target 51% pengelolaan sampah 2025 apeksi.or.id, 2025. Skalakan teknologi BSF atau pirolisis untuk kurangi beban TPA Benowo. Kampanye 3R harus masif hingga tingkat RT.
Rehabilitasi Pesisir dan Mangrove: Hentikan proyek perumahan yang merusak ekosistem, seperti SWL, dan prioritaskan restorasi mangrove di pesisir Timur dan Utara. DPRD harus alokasikan anggaran khusus di Musrenbang 2025.
Atasi Pencemaran Air: Bangun IPAL komunal di kawasan padat dan edukasi warga untuk stop buang sampah ke sungai. Tegakkan Perda No. 12 Tahun 2016 dengan sanksi tegas bagi pelaku pencemaran.
Tekan Polusi Udara dan Limbah B3: Perketat pengawasan industri penghasil limbah B3, dengan sanksi berat bagi pembakar sampah plastik. Adopsi bioremediasi atau secure landfill untuk limbah B3.
Optimalkan RTH dan Solusi Berbasis Alam: Maksimalkan RTH 22,05% dengan taman resapan dan revitalisasi sungai mili. Prioritaskan 180 titik banjir tersisa di RPJMD 2025, seperti Jalan Cokroaminoto dan Wiyung, dengan Nature-Based Solutions.
Hari Lingkungan Hidup: Udara Bersih, Air Sehat, dan Bebas Banjir Adalah Hak
Surabaya bukan cuma Kota Pahlawan, tapi rumah bagi 2,8 juta jiwa yang berhak atas udara bersih, air sehat, dan bebas banjir. Adipura Kencana bukan trofi untuk dipamerkan, melainkan cambuk untuk bertindak. DPRD dan Pemkot Surabaya, anggaran Rp9,6 triliun dan RTH 22,05% adalah langkah awal, tapi tidak cukup!
Warga menuntut solusi nyata: selamatkan Sungai Brantas, kembalikan mangrove, dan atasi 1.500 ton sampah per hari sebelum kota Surabaya tenggelam dalam krisis ekologis. Waktu hampir habis—aksi sekarang, atau menyesal selamanya!
“Jangan hanya merayakan, mari kita bertindak!” *