DIAGRAMKOTA.COM – Makna di balik upacara Ngaben dalam budaya BaliLebih dari sekadar prosesi pemakaman, Ngaben melambangkan perjalanan spiritual yang mendalam, sebuah perpisahan simbolik dengan jasad fana dan pelepasan jiwa menuju moksa, pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian (samsara). Memahami makna di balik upacara ini berarti memahami inti dari filsafat Hindu Bali yang mendalam.
Ngaben bukanlah sekadar pembakaran tubuh. Ia merupakan sebuah ritual kompleks yang sarat dengan simbolisme dan filosofi, melibatkan berbagai tahapan dan persiapan yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya upacara ini bagi masyarakat Bali, bukan hanya bagi keluarga yang ditinggalkan, tetapi juga bagi keseimbangan kosmos. Persiapan yang panjang tersebut meliputi berbagai ritual pembersihan, persembahan, dan doa-doa yang ditujukan untuk memohon restu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) agar prosesi berjalan lancar dan jiwa almarhum dapat mencapai moksa.
Salah satu simbol utama dalam Ngaben adalah bade, bangunan berbentuk seperti rumah kecil yang terbuat dari anyaman bambu dan dihiasi dengan kain berwarna-warni. Bade ini melambangkan tubuh manusia yang fana dan sementara. Di dalam bade inilah jenazah ditempatkan, dibalut dengan kain putih yang melambangkan kesucian, sebelum kemudian diarak keliling desa. Arak-arakan ini bukan sekadar prosesi pemakaman biasa, tetapi merupakan sebuah perayaan simbolik kehidupan almarhum dan perjalanan spiritualnya menuju alam baka. Keluarga dan kerabat turut serta dalam arak-arakan, mengenakan pakaian adat Bali yang indah, menunjukkan rasa hormat dan penghormatan terakhir kepada almarhum.
Proses pembakaran jenazah di dalam bade memiliki makna filosofis yang mendalam. Api, sebagai elemen suci dalam agama Hindu, dianggap mampu memurnikan jiwa dari segala kotoran dan ikatan duniawi. Asap yang mengepul ke langit melambangkan pelepasan jiwa dari belenggu jasmani menuju ke alam roh yang lebih tinggi. Abu jenazah yang tersisa kemudian ditaburkan di laut atau sungai suci, sebagai simbol pengembalian almarhum ke alam semesta.
Ngaben juga erat kaitannya dengan konsep Tri Hita Karana, yaitu tiga unsur utama yang harus dijaga keseimbangannya untuk mencapai kehidupan yang harmonis, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan), dan hubungan manusia dengan alam (Palemahan). Upacara Ngaben tidak hanya melibatkan keluarga dan kerabat, tetapi juga melibatkan seluruh masyarakat desa. Hal ini menunjukkan rasa kebersamaan dan solidaritas sosial yang tinggi, merefleksikan harmoni dalam hubungan manusia dengan manusia. Selain itu, pemilihan lokasi pembakaran dan penaburan abu juga menunjukkan hubungan manusia dengan alam.
Lebih jauh, Ngaben juga dimaknai sebagai bentuk pengorbanan dan pelepasan ikatan batin keluarga terhadap almarhum. Dengan melepas jasad, keluarga melepaskan kesedihan dan beban batin, dan merelakan almarhum untuk melanjutkan perjalanan spiritualnya. Upacara ini juga menjadi momen refleksi bagi keluarga yang masih hidup untuk lebih menghargai kehidupan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.
Dalam kesimpulannya, Ngaben bukan sekadar upacara pemakaman, melainkan sebuah ritual sakral yang sarat dengan makna filosofis dan spiritual. Ia merupakan perwujudan dari ajaran Hindu Bali tentang siklus kehidupan dan kematian, serta perjalanan jiwa menuju moksa. Memahami makna di balik upacara Ngaben memberikan kita pemahaman yang lebih dalam tentang kebudayaan Bali dan nilai-nilai luhur yang dianutnya. Upacara ini menjadi bukti nyata bagaimana masyarakat Bali mampu menggabungkan kepercayaan spiritual dengan kehidupan sosial, menciptakan harmoni dan keseimbangan dalam kehidupan mereka.
(red)