Penyelesaian Utang Whoosh: Rangkulisme Prabowo dan Stabilitas Politik
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Jum, 7 Nov 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Mulai Oktober 2025, masyarakat dihebohkan oleh rencana pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Hal ini terjadi setelah pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk melunasi utang proyek Whoosh.
Purbaya berpandangan bahwa pembayaran utang kereta cepat ke Tiongkok melalui China Development Bank (CDB) seharusnya dilakukan oleh BPI Danantara Indonesia. Alasannya, Danantara memiliki kemampuan karena menerima deviden dari seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Karena Danantara menerima dividen dari BUMN hampir Rp 90 triliun. Angka tersebut cukup untuk menutup pembayaran tahunan sekitar Rp 2 triliun terkait utang kereta cepat,” kata Purbaya di Wisma Danantara, Jakarta, 15 Oktober 2025.
Setelah pernyataan tersebut, pro dan kontra mengenai utang Whoosh muncul. Isu panas ini banyak menyoroti masa pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Hal ini karena proyek tersebut berlangsung dan selesai pada masa Kabinet Indonesia Maju.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan pernyataan terkait hal ini. Dalam kasus ini, Luhut merupakan pihak pemerintah yang memimpin negosiasi dengan pemerintah Tiongkok, saat ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) pada periode 2019-2024.
Luhut menyatakan, sistem pembayaran utang seharusnya tidak perlu menjadi bahan perdebatan. Ia menegaskan, pembayaran utang tidak perlu melibatkan APBN saat ini.
“Yang itu, cukup hanya restrukturisasi. Siapa yang meminta (dari) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)? Tidak ada yang meminta APBN. Cukup hanya restrukturisasi,” ujar Luhut setelah kegiatan ‘Satu Tahun Prabowo-Gibran: Optimism 8 Percent Economic Growth’ di Jakarta, 16 Oktober 2025, dilansir dariKompas.id.
Tidak hanya Luhut, Jokowi juga menyampaikan pernyataannya. Ia menjelaskan bahwa Whoosh tidak dibangun dengan tujuan mencari keuntungan finansial. Sebaliknya, bertujuan sebagai investasi sosial bagi masyarakat.
Karena, inisiatif pemerintah dalam membangun Whoosh pada masa itu muncul akibat kemacetan yang terjadi di kawasan Jabodetabek dan Bandung selama 20 hingga 40 tahun terakhir.
“Dari kemacetan, negara mengalami kerugian secara perhitungan. Jika di Jakarta saja (kerugian) sekitar Rp 65 triliun setiap tahun. Jika Jabodetabek ditambah Bandung, perkiraannya sudah melebihi Rp 100 triliun per tahun,” kata Jokowi di Mangkubumen, Banjarsari, Kota Solo, 27 Oktober 2025.
Oleh karena itu, Jokowi berharap pembangunan Whoosh serta moda transportasi umum lainnya dapat berlangsung. Tujuannya adalah mengubah kebiasaan masyarakat, dari menggunakan kendaraan pribadi beralih ke kendaraan umum.
Prabowo Menyelesaikan Masalah, Meminta Masyarakat Tenang
Menghadapi perubahan tersebut, Presiden Prabowo Subianto akhirnya muncul dan berjanji akan menyelesaikan masalah. Ia percaya, pemerintah memiliki kemampuan untuk melunasi utang Whoosh.
Prabowo juga mengajak masyarakat untuk tetap tenang dan menghentikan keributan yang timbul dari isu pembayaran utang kereta cepat.
“Tidak perlu khawatir, apa itu kegaduhan utang Whoosh? Saya sudah mempelajari masalahnya, tidak ada masalah. Saya bertanggung jawab menyelesaikan semua utang Whoosh tersebut. Indonesia bukan negara sembarangan,” kata Presiden Prabowo saat menghadiri peresmian Stasiun Tanah Abang Baru, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Ia menyampaikan bahwa telah mempelajari masalah yang terjadi dan menemukan penyelesaian. Presiden juga menyampaikan bahwa setiap tahun pemerintah Indonesia mampu membayar sebesar Rp 1,2 triliun.
Sejalan dengan Jokowi, Prabowo memandang kehadiran Whoosh tidak boleh hanya dilihat dari segi keuntungan dan kerugian. Karena, seluruh transportasi umum di dunia dibangun dengan prinsippublic service obligationArtinya, negara perlu hadir guna memastikan ketersediaan transportasi yang memadai bagi rakyat.
“Dari manakah uang tersebut? Uang itu berasal dari uang rakyat. Uang itu berasal dari pajak. Uang itu berasal dari kekayaan negara. Oleh karena itu, kita perlu menghindari semua pemborosan,” ujarnya.
Utang Politik dan Prioritaskan Stabilitas
Kepala Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro menilai langkah Prabowo muncul untuk mengatasi perselisihan utang Whoosh dilakukan karena memiliki kewajiban politik terhadap Jokowi. Prabowo selama ini dikenal sebagai sosok yang selalu mengingat siapa saja yang pernah membantu dalam hidupnya.
“Menganggap ‘rangkulisme’ Prabowo sebagai ‘kompas moral’-nya. Terlebih Jokowi berjasa ‘memenangkan’ dalam pemilu. Sama seperti (sebagai balas budi pada Jokowi),” kata Agung saat dihubungi, Kamis (6/11/2025).
Selain itu, Agung menilai Prabowo memilih untuk melindungi karena ingin Whoosh tetap menjadi warisan pencapaian dari pemerintah sebelumnya.
Menurut pandangannya, Prabowo tidak menginginkan masyarakat terus-menerus terjebak dalam perdebatan pro dan kontra, serta pertanyaan apakah kereta cepat akan tetap beroperasi atau tidak.
Bahkan, pada kesempatan yang sama, Prabowo justru menyampaikan keinginannya untuk memperpanjang jalur Whoosh hingga Banyuwangi, Jawa Timur, bukan Surabaya seperti yang sering dibahas dalam kajian-kajian sebelumnya.
“Bisa dianggap sebagai tanggung jawab Prabowo sebagai penerima estafet kelanjutan. Sekaligus mengurangi pandangan sebagian pihak mengenai masa depan Whoosh dan kelanjutannya,” ujarnya.
Dalam wawancara terpisah, pakar politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai bahwa Prabowo muncul guna menciptakan stabilitas politik. Menurutnya, isu Whoosh yang melibatkan Jokowi sangat berpotensi mengganggu situasi politik di Tanah Air.
“Harus diakui masalah utang Whoosh tidak hanya menimbulkan kegaduhan, tetapi juga berpotensi menyebabkan ketidakstabilan politik. Karena berbagai pihak saling melempar pernyataan secara agresif,” katanya.
Adi menganggap, ketidakstabilan politik di dalam negeri dapat memengaruhi aspek ekonomi. Meskipun demikian, pemerintah sedang berupaya keras untuk memperbaiki kondisi tersebut.
“Ketidakstabilan seperti ini tentu tidak menguntungkan bagi upaya pemerintah yang sedang berupaya memperbaiki ekonomi, menarik investor, dan terkesan bahwa bangsa ini tidak utuh,” ujar Adi.
Selanjutnya, meskipun isu Whoosh mengarah pada pemerintahan era Jokowi, tetapi kontroversi masih muncul hingga saat ini. Di mana Prabowo sedang menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Oleh karena itu, Adi menilai wajar jika Prabowo memilih untuk mengurangi perdebatan. Karena ketidakstabilan situasi politik dapat berdampak pada kondisi perekonomian.
“Mungkin pemerintah saat ini percaya bahwa stabilitas politik adalah kunci dari semua masalah bangsa yang harus diselesaikan. Bukti dari hal itu adalah adanya koalisi besar yang mengajak semua pihak, dan setiap permasalahan apa pun harus segera diatasi,” tambahnya. ***





Saat ini belum ada komentar