Di Tengah Fenomena ‘Gus-gusan’ , Ketua PW Ansor Jatim Ingatkan Etika Dakwah untuk Kiai Muda di Dirosah Wustho Robatal
- account_circle Shinta ms
- calendar_month 14 jam yang lalu
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM- Fenomena gus-gusan yakni munculnya generasi muda berlatar belakang pesantren yang tampil sebagai figur publik tanpa fondasi etika dakwah yang memadai menjadi sorotan tersendiri dalam kegiatan Dirosah Wustho PW MDS Rijalul Ansor di Pondok Pesantren At-Taufiq, Robatal, Sampang.
Di hadapan para gus, lora, dan ulama muda se-Jawa Timur, Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, H. Musaffa Safril, menegaskan bahwa kehormatan dakwah tidak cukup hanya ditopang popularitas, tetapi harus berakar pada akhlak dan etika.
Dalam arahannya, Musaffa mengingatkan bahwa para pendakwah muda saat ini berada pada ruang publik yang sangat terbuka. Banyak dari kalangan gus dan kiai muda kini tampil di media sosial, mengisi panggung-panggung keagamaan, dan menjadi rujukan umat—termasuk mereka yang masih berada pada fase pencarian identitas dakwah.
“Pendakwah tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga menunjukkan akhlak. Etika adalah pakaian dakwah, dan bila itu terciderai, maka marwah agama ikut terluka,” tegasnya pada Senin 17 November 2025.
Pesan ini menjadi semakin relevan mengingat sebagian kiai muda kerap terjebak dalam polarisasi digital, konten viral yang dangkal, hingga gaya komunikasi yang lebih mengejar sensasi daripada edukasi.
Menurut Musaffa, posisi seorang gus—baik karena garis nasab, keilmuan, maupun pengaruh pesantren—seharusnya menjadi teladan etika, bukan menjadi bagian dari kegaduhan keagamaan.
Ia menekankan bahwa tantangan era digital menuntut para kiai muda memiliki kapasitas intelektual, spiritual, dan moral yang setara. Popularitas, katanya, tidak boleh mengalahkan kedalaman ilmu atau kebijaksanaan sikap.
Dirosah Wustho, sebagai jenjang kaderisasi lanjutan, tidak hanya dimaknai sebagai ruang belajar teori. Musaffa menyebutnya sebagai tempat pembentukan kedewasaan sikap, kemampuan membaca realitas sosial, serta kecakapan metodologi dakwah yang tidak terjebak dalam arus gus-gusan yang hanya mengandalkan nama besar keluarga pesantren.
“Jenjang kaderisasi ini menjadi penguat kapasitas para penggerak dakwah, khususnya para kiai muda di lingkungan Ansor Jawa Timur, agar dapat menjalankan perannya dengan lebih matang, berwibawa, dan bermanfaat bagi umat,” ujarnya.
Ia berharap para kader Rijalul Ansor mampu tampil sebagai duta dakwah yang meneguhkan moderasi beragama, menjaga kerukunan, dan menghadirkan wajah Islam yang ramah, cerdas, serta menjawab kebutuhan masyarakat secara menenangkan bukan memecah belah.
Kegiatan Dirosah Wustho di Robatal menjadi bukti komitmen Ansor Jawa Timur dalam menyiapkan generasi pendakwah muda yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berakhlak dan berintegritas.
Sebuah ikhtiar penting untuk memastikan bahwa regenerasi kiai muda termasuk para gus tidak terjebak dalam fenomena gus-gusan, melainkan tumbuh sebagai figur dakwah yang beradab, berwibawa, dan berkemajuan. (sms)
- Penulis: Shinta ms
