Komite Reformasi Kepolisian Belum Diumumkan, Pakar: Presiden Prabowo Berhati-hati
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 6 jam yang lalu
- comment 0 komentar

Kehati-hatian Presiden dalam Menghadapi Reformasi Kepolisian
DIAGRAMKOTA.COM – Presiden Prabowo Subianto masih belum mengumumkan susunan Komite Reformasi Kepolisian, meskipun prosesnya telah berjalan cukup lama. Hal ini menunjukkan bahwa presiden memilih untuk lebih berhati-hati dalam mengambil langkah-langkah strategis terkait pembenahan institusi kepolisian.
Menurut pengamat kepolisian Haidar Alwi, kehati-hatian yang dilakukan oleh Presiden Prabowo bukan berarti lamban, melainkan bentuk dari kalkulasi matang dalam menjalankan reformasi. Ia menilai bahwa komite tersebut memiliki peran penting sebagai wadah independen yang bertugas menelaah, menilai, dan merekomendasikan arah pembenahan Polri.
Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Institute, menyatakan bahwa komite ini diperlukan agar reformasi dapat berjalan secara efektif dan tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Ia menekankan bahwa tujuan utamanya adalah memperkuat institusi kepolisian, bukan sekadar memenuhi tekanan dari pihak luar.
“Prabowo dikenal sangat perhitungan dalam setiap keputusan strategisnya. Tampaknya ia sedang mengambil jarak untuk memastikan bahwa reformasi Polri benar-benar berangkat dari niat memperkuat institusi, bukan dari tekanan yang membawa kepentingan terselubung,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Relevansi Kehati-hatian dalam Proses Reformasi
Haidar Alwi juga menyoroti bahwa sejarah menunjukkan bahwa reformasi yang dipaksakan tanpa kalkulasi politik matang sering kali berubah menjadi instrumen kekuasaan baru. Alih-alih menyelesaikan masalah, yang ada justru satu dominasi berubah menjadi dominasi lain yang juga berbahaya.
Ia menilai bahwa desakan untuk mempercepat reformasi Polri yang datang dari berbagai arah harus dipilah. Sebagian muncul dengan semangat moral, tetapi ada juga yang membawa agenda samar. Dari suara-suara yang nyaring, tidak sedikit yang lebih ingin menjadikan Polri sebagai arena tawar-menawar politik, ketimbang membuat Polri menjadi institusi hukum yang profesional dan independen.
“Dalam konteks itulah, kehati-hatian Prabowo menjadi relevan. Dia tidak mengabaikan tuntutan publik, namun memastikan bahwa reformasi yang dijalankan tidak menjadi jebakan politik yang justru merusak stabilitas pemerintahan yang baru dibangun,” jelasnya.
Peran Negara dalam Reformasi Kepolisian
Lebih lanjut, Haidar menyatakan bahwa kehati-hatian Presiden Prabowo menjadi sinyal bahwa Istana tidak ingin reformasi Polri berubah menjadi ajang ancaman politik. Menurut dia, saat ini masih perlu memastikan bahwa perubahan di tubuh institusi kepolisian dilakukan dengan kontrol yang kuat dari negara, bukan tekanan dari kelompok luar atau pihak lain.
“Reformasi, dalam pandangan strategisnya, bukan sekadar rekonstruksi kelembagaan, tetapi rekonstruksi kepercayaan antara negara, aparat, dan rakyat. Itu sebabnya, setiap langkahnya diukur, setiap keputusan ditimbang, dan setiap desakan diuji motifnya,” imbuhnya.
Dengan demikian, kehati-hatian Presiden Prabowo dalam menghadapi reformasi kepolisian menunjukkan bahwa ia memprioritaskan keberlanjutan dan kualitas dari proses pembenahan, bukan hanya kecepatan dalam mengambil tindakan. Hal ini diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik dan stabil bagi institusi kepolisian serta masyarakat secara keseluruhan.
Saat ini belum ada komentar