KLH: Alih Fungsi Lahan dan Sampah Penyebab Banjir Bali, 229 Perusahaan Dapat Proper Merah

Faktor Lingkungan yang Memperparah Bencana Banjir di Bali

DIAGRAMKOTA.COM – Bencana banjir yang terjadi di Bali tidak hanya disebabkan oleh kondisi cuaca ekstrem, tetapi juga oleh berbagai faktor lingkungan yang memperburuk situasi. Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Rasio Ridho Sani, menyampaikan bahwa beberapa isu seperti alih fungsi lahan, pembangunan di sempadan sungai, serta masalah sampah menjadi penyebab utama peningkatan intensitas banjir.

“Kita sedang mendalami faktor-faktor yang memicu bencana banjir di Bali,” ujar Rasio setelah melakukan dialog dengan wartawan di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Jumat (19/9). Ia menegaskan bahwa meskipun curah hujan mencapai 245 mm per hari, hal ini tidak bisa dipisahkan dari permasalahan lingkungan yang ada.

Perubahan Penggunaan Lahan dan Ketidaksesuaian Tata Ruang

Salah satu faktor utama yang dikaji oleh KLH adalah perubahan penggunaan lahan. Menurut Rasio, banyak daerah aliran sungai yang mengalami penutupan lahan akibat alih fungsi, seperti konversi lahan pertanian menjadi permukiman atau areal komersial. Hal ini mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air, sehingga mempercepat aliran air saat hujan deras.

Selain itu, adanya kegiatan yang tidak sesuai dengan tata ruang, seperti bangunan di sekitar sungai, juga berkontribusi pada meningkatnya risiko banjir. “Banyak bangunan yang dibangun di sempadan sungai, sehingga menghambat aliran air dan memperparah genangan,” tambah Rasio.

Masalah Sampah yang Mengancam Kualitas Sungai

Masalah sampah juga menjadi fokus utama dalam analisis KLH. Setelah banjir terjadi, ditemukan banyak sampah yang menumpuk di sepanjang sungai-sungai. Rasio menyatakan bahwa sampah tersebut dapat mengganggu aliran air dan memperparah keadaan banjir.

“Sampah-sampah yang masuk ke sungai bisa menyumbat aliran, sehingga air tidak bisa mengalir dengan lancar. Ini juga berdampak pada kualitas air dan lingkungan sekitarnya,” jelas Rasio.

Program Proper dan Pengetatan Kriteria

Selain menangani bencana banjir, KLH juga meluncurkan hasil sementara dari Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (Proper). Dari total 5.476 perusahaan yang dinilai, masih banyak yang mendapatkan peringkat merah, termasuk ratusan perusahaan perhotelan di Bali.

Menurut Rasio, sekitar 229 perusahaan perhotelan belum patuh dalam pengelolaan lingkungan. KLH memberikan waktu hingga 27 September 2025 bagi perusahaan untuk mengajukan sanggahan sebelum hasil akhir diumumkan. Proses ini dilakukan sebagai bentuk transparansi dalam pelaksanaan Proper.

Pengetatan Kriteria Pengelolaan Sampah

Tahun ini, kriteria Proper diperketat, termasuk aspek pengelolaan sampah. Rasio menjelaskan bahwa kriteria baru ini mencakup kepatuhan dalam pengelolaan air, udara, limbah B3, dan sampah. Hal ini bertujuan untuk mendorong perusahaan lebih bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan.

Sanksi bagi Perusahaan yang Tidak Patuh

Jika setelah proses sanggahan perusahaan tetap tidak patuh, KLH akan menjatuhkan sanksi. Sanksi ini bisa berupa tindakan administratif, perdata, maupun pidana. Rasio menegaskan bahwa KLH akan menggunakan berbagai instrumen hukum untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap standar lingkungan.

“Kami akan melakukan langkah-langkah penegakan hukum jika diperlukan,” tegas Rasio. Dengan peningkatan kriteria dan sanksi yang jelas, KLH berharap dapat meningkatkan kesadaran perusahaan dalam menjaga lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *