Kaos “Jane Bupatine Sopo” Jadi Sindiran Keras Pemimpin Daerah Nganjuk
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Jum, 22 Agu 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Penduduk Nganjuk digemparkan oleh beredarnya kaos bertuliskan“Jane Bupatine Sopo”(Apa sebenarnya bupatinya siapa). Kaos dengan tulisan sederhana namun penuh makna tersebut tiba-tiba menjadi topik pembicaraan masyarakat, khususnya di kalangan warga Nganjuk.
Tagar tersebut muncul sebagai bentuk kritik dan kekecewaan masyarakat terhadap kepemimpinan di Kabupaten Nganjuk. Pasalnya, perubahan jabatan maupun keputusan-keputusan banyak warga menganggapnya penuh dengan politik balas budi dan geopolitik, sehingga membuat warga merasa bingung siapa sebenarnya pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab dan konsisten.
Beberapa kaos dengan tulisan tersebut mulai menyebar luas digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat, dan tagar “jane bupatine sopo” (Sebenarnya Bupatinya Siapa) juga mulai muncul di media sosial sejak beberapa hari terakhir.
Peristiwa ini dianggap sebagai bentuk ekspresi masyarakat terhadap kondisi politik yang tidak stabil. Kaos bertagar“Jane Bupatine Sopo”bukan sekadar gaya, tetapi juga lambang kecemasan masyarakat yang disampaikan dengan cara inovatif.
Masyarakat Mempertanyakan Makna Tagar “Jane Bupatine Sopo”, Isyarat Kepemimpinan Wakil Bupati atau Politik Balas Budi?
Banyak grup media sosial WhatsApp mulai ramai dengan munculnya tagarJaneBupatineSopo(Sebenarnya siapa bupatinya), yang menjadi topik pembicaraan di kalangan tertentu maupun masyarakat di tingkat bawah. Tagar tersebut muncul seiring dengan berita mengenai perubahan politik di lingkup pemerintahan daerah, khususnya terkait siapa sesungguhnya yang menguasai kekuasaan.
Masyarakat menganggap pertanyaan tersebut bukan hanya sekadar lelucon politik, tetapi mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap arah kepemimpinan di wilayah tertentu. Banyak pihak meragukan, apakah roda pemerintahan saat ini lebih didominasi olehwakil bupatidaripada bupati yang sah, atau apakah fenomena ini hanya sebagian daripolitik balas budiyang telah menjadi ciri khas dalam dunia politik.
“Tagar tersebut wajar muncul, karena masyarakat melihat adanya ketidakseimbangan dalam peran. Terkadang yang terlihat aktif justru wakil bupati, sementara sosok bupati terkesan menghilang dari perhatian publik,” kata Anang Hartoyo, seorang praktisi politik, Kamis (21/08).
Di sisi lain, menurut Anang Hartoyo, isupolitik balas budijuga memperkuat. Masyarakat menganggap posisi strategis yang dipegang oleh seorang pejabat tertentu bisa jadi akibat dari kesepakatan politik pada masa pemilihan kepala daerah.
Hal ini memunculkan dugaan bahwa arah kebijakan tidak sepenuhnya berasal dari bupati, melainkan hasil dari kesepakatan atau bahkan dominasi dari pihak lain.
Politik Kekuasaan di Nganjuk, Masyarakat Berspekulasi Siapa yang Lebih Kuat?
Perkembangan politik di Kabupaten Nganjuk kembali menjadi perhatian masyarakat. Sejak beberapa waktu terakhir, beredar diskusi mengenai siapa yang lebih unggul dalam peta kekuasaan wilayah: bupati sebagai pemimpin utama, atau justru wakil dan lingkaran politik yang berada di balik layar.
Beberapa analis menganggap bahwa konfigurasi politik di Nganjuk tidak hanya ditinjau dari jabatan resmi bupati maupun wakil bupati, tetapi juga pengaruh partai, hubungan dengan elit provinsi, hingga faktor balas budi politik pada masa pemilihan kepala daerah sebelumnya. Kondisi ini menimbulkan pandangan masyarakat tentang adanya “geopolitik kekuasaan” yang menciptakan keseimbangan baru dalam pemerintahan.
“Dalam dunia politik setempat, kekuasaan tidak selalu diukur berdasarkan posisi resmi. Ada peran jaringan, pengikut setia, bahkan para pelindung yang memengaruhi arah kebijakan,” kata Dr. Nurbani Yusuf, Akademisi Politik.
Di sisi lain, masyarakat mengemukakan isu ketergantungan kebijakan pemerintah daerah. Sejumlah program pembangunan dinilai masih memiliki nuansa balas budi politik, sedangkan sebagian lain menganggap bahwa fokusnya justru lebih pada penguatan jaringan birokrasi yang telah terintegrasi.
Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat:Siapa sesungguhnya yang menguasai pemerintahan di Nganjuk?Apakah bupati merupakan simbol utama dari kepemimpinan, atau justru kekuatan lain yang lebih dominan di balik layar?
Sampai saat ini, jawaban tersebut masih menjadi topik pembicaraan yang terbuka. Namun satu hal yang jelas, peta geopoliitik kekuasaan di Nganjuk akan menjadi faktor penting dalam menentukan arah pembangunan dan stabilitas politik daerah di masa depan.***
Saat ini belum ada komentar