Gelar Unjuk Rasa, KJRA Tuduh Proyek Makam Modern di Ngepoh Tulungagung Ilegal
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Kam, 21 Agu 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Demonstran Komite Juang Reforma Agraria (KJRA) Tulungagung melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Tulungagung, Jawa Timur, pada Selasa (19/8/2025).
Mereka datang dari Desa Nyawangan, Kecamatan Sendang, Desa Kalibatur, Kecamatan Kalidawir, Desa Picisan, Kecamatan Sendang, serta Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung.
Salah satu isu yang dibahas adalah pembangunan taman makam modern Shangrila Memorial Park di Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung.
Pihak-pihak terkait telah menerima massa di DPRD Tulungagung.
Berdasarkan pendamping KJRA, Ahmad Dardiri, dari hasil diskusi tersebut, pihaknya menyatakan bahwa proyek makam tersebut tidak sah.
“Berdasarkan undang-undang, pembangunan makam tersebut seharusnya memiliki Perda (peraturan daerah) dan dilaksanakan oleh lembaga nonprofit,” kata Dardiri.
Namun menurut Dardiri, perusahaan yang melakukan proyek ini adalah perusahaan berorientasi keuntungan.
Pemegang sahamnya dimiliki oleh dua perusahaan terbatas (PT) yang beroperasi dalam bidang Pemasaran Berjenjang (MLM).
Karena proyek tersebut melanggar hukum, KJRA akan mengajukan laporan ke Polres Tulungagung.
“Kami tidak menyebutkan pihak mana yang dilaporkan, tetapi kami melaporkan adanya kejadian (pidana). Biarkan polisi yang melakukan penyelidikan,” jelasnya.
Warga meminta tanah yang disebut berada di Tumpak Mergo dikembalikan kepada mereka.
Hal ini merujuk pada surat tahun 2008 dari BPN RI yang menetapkan bahwa lahan tersebut harus didistribusikan kepada masyarakat.
Karena sejarahnya, lahan tersebut disewa oleh pengusaha Belanda dari penduduk setempat sejak tahun 1901.
“Surat tahun 2008 hingga saat ini masih berlaku. Terdapat perdebatan mengenai penelitian, ya memang perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu sebelum dibagikan,” tegasnya.
Menurut mantan Kepala Desa Ngepoh periode 1992-2002 dan 2007-2013, Agus, ia sendiri yang memperjuangkan redistribusi lahan pada tahun 2000.
Agus mengakui bahwa pada saat itu ia bertemu dengan Kepala BPN RI, Joyo Winoto, yang memberikannya dokumen sejarah tanah yang masih berlaku hingga kini.
Sampai saat ini, tanah tersebut masih tercatat atas nama individu, Albert Sarkis Afkar, seorang warga negara Belanda yang menyewa lahan tersebut.
“Maka bukan atas nama perusahaan, bukan pula atas nama pemerintah daerah, melainkan secara pribadi,” katanya.
Agus masih menyimpan data nama-nama penduduk yang tanahnya disewa oleh pengusaha asing.
Saat itu terdapat 93 rumah, dengan 135 kepala keluarga di 5 RT.
Sampai saat ini, data yang tersedia di BPN RI tidak menunjukkan adanya Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan Tumpak Mergo.
“Pak Joyo Winoto saat itu kaget, mengapa ada HGU di sini (Tumpak Mergo). Direktur HGU menegaskan, tidak ada HGU,” katanya.
Poin Penting:
- Pengunjuk rasa dari Komite Juang Reforma Agraria (KJRA) Tulungagung, yang terdiri dari beberapa desa, melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD.
- Mereka mengklaim pembangunan makam modern di Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung, Tulungagung, melanggar hukum, karena tidak terdapat sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) pada lahan tersebut.
- Warga meminta lahan yang disebut berada di Tumpak Mergo dikembalikan kepada mereka. ***
Saat ini belum ada komentar