Dugaan Korupsi Rp. 200 M Akibat Fraud pada PT. Petrosida Gresik, ex-Komisaris dan Direksi Dilaporkan ke KPK

HANKAM660 Dilihat

DIAGRAMKOTA.COM – Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) menemukan data dugaan korupsi terjadi pada anak perusahaan PT. Petrokimia Gresik, PT. Petrosida Gresik senilai Rp. 200 Miliar. Kasusnya pun dilaporkan ke KPK untuk diusut tuntas dan menyeret para pelakunya ke penjara, terutama ex-komisaris dan direksi periode 2021-2023. Perusahaan yang berhubungan dengan suplier bahan baku Petrokimia Gresik itu diduga melakukan beberapa kecurangan dalam hal keuangan perusahaan.

“Itu kerugian negara, harus diproses hukum. Karena anak perusahaan BUMN adalah BUMN itu sendiri. Diduga terjadi karena manipulasi data laporan keuangan atau fraud.” kata Ketua Kodat86 Cak Ta’in Komari kepada media Rabu (9/4) setelah melaporkan ke KPK.

Menurut Cak Ta’in, pihaknya mendapat pengaduan beberapa karyawan PT Petrosida yang terancam di-PHK, dengan uraian panjang lebar. Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, ancaman PHK menjadi momok yang paling menakutkan bagi setiap orang. Tidak terkecuali para karyawan PT. Petrosida Gresik. “Kondisi ekonomi sulit, hampir semua orang takut terkena PHK, karena cari kerjaan baru juga bukan saja sulit tapi hampir tidak ada,” ujarnya.

Praktek kecurangan diperkirakan terjadi pada tahun 2021 hingga saat ini, dengan total potensi kerugian negara mencapai hingga Rp. 200 miliar. Padahal dalam temuan hasil pemeriksaan auditor internal PT. Pupuk Indonesia dan Petrokimia Gresik ditemukan dilaporkan temuan manipulasi pencatatan piutang untuk membuat seolah-olah tidak ada piutang macet, sebab jika terjadi piutang macet konsekuensinya pendapatan Petrosida harus disesuaikan dengan cara angkanya dikurangi senilai piutang macet tersebut. “Potensi kerugian yang terjadi antara Rp. 25 hingga Rp.60 miliar, bahkan bisa bertambah jika diteliti lebih seksama,” ujar Cak Ta’in.

Mantan Dosen Unrika Batam itu melanjutkan, dalam laporan tersebut juga ditemukan pendapatan tidak didukung dengan dokumen yang memadai sehingga tidak dapat ditagihkan segera. Ada indikasi sebenarnya sebagian transaksi fiktif atau bodong. “Ditambah distributor yang macet piutangnya tetap dilayani sehingga piutang semakin menumpuk dan tidak tertagih,” ucapnya.

Lebih lanjut Cak Ta’in menjelaskan, akibat dari praktek manipulatif tersebut, Petrosida mencatatkan potensi kerugian hingga mencapai Rp. 200 miliar. “Dugaannya dana-dana tersebut disalah gunakan demi keuntungan pribadi dan kelompoknya. Indikasinya semua unsur pimpinan terlibat, terutama ex-Komisaris dan Direksi Petrosida.” tegasnya.

Kepala auditor internal PT. Petrokimia Gresik yang juga ex-Komisaris Petrosida bahkan diketahui meloloskan pembangunan fasilitas gym di dalam pabrik Petrokimia Gresik dengan menggunakan anggaran pembangunan pabrik. Nilai investasi yang digunakan diperkirakan mencapai ratusan juta dan ditagihkan pada subsidi pupuk.

Praktek manipulasi data keuangan dan rekayasa laporan ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun, karena aktor utamanya selalu menjebak auditor dengan uang suap dan layanan wanita. Dua amunisi paling kuat untuk menaklukkan idealisme orang dan merontokkan integritas semua orang. “Jadi setiap ada pemeriksaan dari perusahaan induk atau dari pusat, mereka selalu diservis dengan wanita dan fasilitas finansial.” ucapnya.

Yang bakal lebih menarik, tambah Cak Ta’in, aliran dana dari praktek manipulatif atau fraud tersebut diindikasikan masuk ke kantong pasangan seorang menteri. “Pengelolaan perusahaan sangat tidak profesional, karena didasari pada hubungan kekerabatan organisasi maupun praktek jual beli jabatan. Praktek yang berpotensi merugikan keuangan negara ini harus dibongkar dan diusut tuntas,” tegasnya.

Persoalan mendasarnya, tambah Cak Ta’in, adalah adanya oknum ex-komisaris Petrosida, Alif Rodhiyan, merupakan Kepala Auditor Petrokimia Gresik yang bisa memanipulasi temuan hasil audit agar tidak mengarah ke dirinya sendiri saat menjabat sebagai SVP Pengendalian Anak Perusahaan Petrokimia Gresik, yang tentu berkolaborasi dengan dewan direksi Petrosida sebagai penanggungjawab operasional dan manajemen perusahaan. Mereka yang seharusnya bertugas mengawasi, diduga justru menjadi pelaku manipulasi atau fraud tersebut, yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp. 200 miliar tersebut. “Kerugian itu diakibatkan adanya konspirasi pimpinan, dewan komisaris dan direksi. Mereka yang harus bertanggung jawab,” pungkas nya. ***

Share and Enjoy !