Pembangunan Gudang Tanpa Perencanaan Matang di Tambak Osowilangun Picu Banjir, DLH Surabaya Diminta Bertanggung Jawab
- account_circle Teguh Priyono
- calendar_month Sab, 25 Okt 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Sabtu, 25 Oktober 2025 | Surabaya Pembangunan kawasan pergudangan tanpa perencanaan matang kembali menjadi sorotan. Kasus yang terjadi di Kawasan Pergudangan Tambak Osowilangun, Benowo Kota Surabaya, menunjukkan adanya korelasi kuat antara pembangunan pergudangan yang tidak sesuai standar dengan meningkatnya risiko banjir di wilayah sekitar.
Menurut pantauan di lapangan, wilayah Kelurahan Tambak Osowilangun sejatinya merupakan kawasan yang dulunya produktif dalam bidang pertanian, tambak ikan, dan garam. Namun sejak 1980 investor datang alih funsi lahan besar besaran dilakukan tambak menjadi pergudangan akibat menghilangkan banyak area resapan air.
Padahal, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya, kawasan ini direncanakan sebagai wilayah industri produktif yang aman, berkelanjutan, dan memperhatikan aspek lingkungan. Sayangnya, kenyataan di lapangan jauh berbeda banyak pembangunan gudang yang tidak sesuai dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya tidak punya nyali untuk turun langsung ke kawasan pergudangan di Tambak Osowilangun. Akibatnya, pelanggaran lingkungan terus terjadi, dan masyarakat yang menanggung dampaknya,” ujar Samsurin, tokoh masyarakat Tambak Osowilangun, Sabtu (25/10/2025).
Ia menambahkan, pembangunan gudang di wilayah itu umumnya dilakukan dengan menutup lahan hijau menggunakan beton dan aspal, sehingga air hujan tidak lagi dapat meresap ke tanah. Kondisi ini meningkatkan volume limpasan air di permukaan dan memperparah banjir saat musim hujan tiba.
Selain itu, saluran drainase di kawasan pergudangan disebut tidak dirancang sesuai kapasitas air hujan maupun luas lahan yang dibangun. Banyak drainase yang tersumbat oleh sampah dan lumpur, sementara pengawasan dari pihak terkait hampir tidak ada. Sistem drainase di area tersebut juga tidak terhubung dengan jaringan drainase utama kota, menyebabkan air sering meluap ke permukiman warga.
“Tidak ada pengawasan serius dari pemerintah kota maupun pengelola pergudangan. Setiap musim hujan, masyarakat sekitar jadi korban banjir,” tambah Samsurin.
Para pemerhati lingkungan menilai, lemahnya pengawasan pemerintah dan ketidakpatuhan pengembang terhadap regulasi menjadi penyebab utama masalah ini. Apabila tidak segera ditindak, kerusakan lingkungan akan semakin meluas.
Dalam konteks hukum, pemanfaatan lahan pergudangan yang tidak sesuai peruntukan dan menyebabkan kerusakan lingkungan dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana. Oleh karena itu, masyarakat mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya untuk turun tangan dan menegakkan aturan secara tegas.
“DLH Surabaya harus bertanggung jawab dan segera menertibkan pembangunan pergudangan yang tidak sesuai AMDAL. Ini sudah darurat lingkungan,” tegas Samsurin.(Dk/tgh)
- Penulis: Teguh Priyono




