Surabaya Darurat Utang: APBD Terancam Tersedot Cicilan
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Rab, 17 Sep 2025
- comment 0 komentar

Gambar ilustrasi Surabaya Darurat Utang
DIAGRAMKOTA.COM – Kondisi keuangan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali menjadi sorotan. Belum selesai membayar utang Rp453 miliar di Bank Jatim—yang total kewajibannya membengkak hingga Rp513 miliar pada Desember 2025—Pemkot diam-diam berencana meneken akad pinjaman baru ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp2,4 triliun dalam kurun waktu dua tahun.
Ambisi pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik di bawah kepemimpinan Wali Kota Eri Cahyadi memang tengah digenjot. Namun, sumber pembiayaan yang bertumpu pada pinjaman mulai dikhawatirkan akan membebani fiskal daerah.
Dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2025 yang telah disahkan DPRD Surabaya, Pemkot mengalokasikan pembayaran pinjaman Rp513 miliar, termasuk bunga. Sesuai aturan Kementerian Keuangan, seluruh utang wajib dilunasi sebelum masa jabatan wali kota berakhir pada 2029.
DPRD Bergerak, Konsultasi ke Bappenas
Informasi yang diperoleh, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya dijadwalkan berangkat ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada Kamis pagi (18/9) untuk berkonsultasi soal rencana pinjaman jumbo ini. Sejumlah legislator mengakui bahwa rencana pinjaman daerah memang sah secara regulasi, namun tetap harus dihitung cermat dampaknya.
“Secara aturan memang diperbolehkan, sepanjang tidak lebih dari 75 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tapi lonjakan utang ini jangan sampai menjerat APBD hingga sulit bergerak,” ujar salah satu anggota Banggar DPRD yang enggan disebut namanya, Selasa (16/9).
Kritik dari Aktivis: “Pemkot Hobi Utang”
Sekretaris Barikade’98 Jawa Timur, Hari, ikut mengkritik langkah Pemkot Surabaya yang kembali mengajukan pinjaman baru dalam jumlah fantastis.
“Bagaimana ini? Utang Rp513 miliar saja belum lunas, kok sudah mau ajukan pinjaman Rp2,4 triliun lagi. Sepertinya Pemkot Surabaya hobi utang,” tegas Hari saat dikonfirmasi melalui sambungan telponnya.
Hari menilai, problem utama bukan sekadar pada legalitas pinjaman, melainkan konsekuensi jangka panjangnya terhadap kesehatan fiskal daerah.
“Setiap pinjaman harus lunas di periode wali kota yang bersangkutan. Kalau APBD habis untuk bayar cicilan, tidak akan ada Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Itu artinya, wali kota berikutnya akan kehilangan ruang fiskal. Ini berbahaya,” tambahnya.
Ancaman Beban Fiskal Surabaya
Dari data yang dihimpun, kapasitas fiskal Pemkot Surabaya relatif stabil dengan PAD yang terus meningkat. Namun, tambahan utang baru berpotensi menekan belanja langsung untuk masyarakat.
Hari mengingatkan agar Pemkot lebih berhati-hati. “Pinjaman daerah memang bisa menjadi leverage pembangunan, tetapi harus ada kajian benefit-cost yang jelas. Kalau tidak, utang hanya jadi beban politik, bukan solusi pembangunan,” ujarnya.
Dan dirinya juga berharap agar DPRD Surabaya lebih bijak dan teliti dalam pembahasan masalah ini.
Rencana peminjaman ke SMI senilai Rp2,4 triliun ini kini menunggu tahapan konsultasi dengan Bappenas sebelum mendapat lampu hijau dari Kementerian Keuangan. (dk/nw)




