Asosiasi Rumah Sakit Usulkan Kenaikan Tarif BPJS Saat KRIS Berlaku
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 5 jam yang lalu
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) menyarankan perubahan tarif BPJS Kesehatan seiring rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan menghilangkan sistem kelas 1, 2, dan 3 menjadi satu tingkat layanan.
Ketua Umum ARSSI, Iing Ichsan Hanafi, menganggap kenaikan tarif diperlukan agar rumah sakit mampu menyesuaikan standar pelayanan dalam skema KRIS.
“Jika nanti KRIS hanya menjadi satu kelas, kami berharap hal ini setara dengan tarif kelas 1 pada saat ini,” kata Ichsan kepada PARLEMENTARIA.ID.co.id, Jumat (14/11/2025).
Saat ini, iuran BPJS Kesehatan terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu kelas I dengan besaran Rp 150.000 setiap bulan, kelas II sebesar Rp 100.000 per bulan, dan kelas III senilai Rp 35.000 tiap bulan.
Dengan sistem KRIS, ARSSI berharap iuran disesuaikan menjadi sekitar Rp 150.000 setiap bulan.
Ichsan menuturkan bahwa usulan tersebut masih dalam pembahasan bersama pemerintah dan BPJS Kesehatan.
Selain perubahan sistem kelas, alasan lain yang memerlukan penyesuaian biaya adalah inflasi sektor kesehatan yang terus meningkat serta fakta bahwa iuran BPJS Kesehatan belum mengalami kenaikan selama lebih dari tiga tahun.
“Maka kami berharap tarif terlebih dahulu meningkat. Setelah itu KRIS berjalan, dan ke depan rumah sakit dapat ditujukan menjadi rumah sakit rujukan yang berbasis kompetensi,” kata Ichsan.
Rumah sakit menunggu kejelasan aturan mengenai jumlah tempat tidur
Selain masalah tarif, ARSSI juga mengkritik ketidakjelasan mengenai aturan jumlah tempat tidur di dalam satu ruang perawatan sesuai yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional.
Di dalam aturan tersebut, setiap ruang perawatan KRIS diperbolehkan memiliki maksimum empat tempat tidur beserta kamar mandi yang terletak di dalam ruangan.
Namun, Ichsan menganggap frasa “maksimal empat tempat tidur” masih memungkinkan berbagai interpretasi. Ia meragukan apakah rumah sakit diperbolehkan menerapkan KRIS dengan dua tempat tidur per ruang, atau justru diwajibkan menyediakan empat tempat tidur.
“Jika hanya satu kelas, lalu harus empat tempat tidur, teman-teman rumah sakit akan keberatan. Namun kami masih menunggu kepastiannya,” kata Ichsan.
Hanya 57% rumah sakit yang memenuhi seluruh persyaratan KRIS
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan mencatat bahwa penerapan KRIS belum merata.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan, Azhar Jaya, menyebutkan bahwa hanya 1.580 rumah sakit atau sekitar 57,1% yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan telah memenuhi 12 kriteria KRIS.
Rinciannya:
- 697 RS (25,2%) memenuhi 9–11 kriteria
- 341 RS (12,3%) memenuhi 5 hingga 8 kriteria
- 62 RS (2,2%) memenuhi 1–4 kriteria
- 89 RS belum memenuhi satu pun persyaratan KRIS
“Sebanyak 89 rumah sakit ini akan menjadi fokus kami,” ujar Azhar dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Azhar mengatakan hambatan terbesar berada pada pemenuhan fasilitas dasar, seperti peralatan tempat tidur (nurse call, stop kontak), akses oksigen, serta standar kamar mandi.
“Itu masih menjadi ancaman bagi rumah sakit, selain itu juga standar kamar mandi,” kata Azhar. ***





Saat ini belum ada komentar