Respons Militer Terhadap Rencana Uji Materi UU TNI oleh Koalisi Sipil

Penjelasan TNI dan Pemerintah Terkait Uji Formil UU TNI

DIAGRAMKOTA.COM – Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigadir Jenderal Freddy Ardianzah, menyampaikan bahwa pihaknya menghormati rencana Koalisi Masyarakat Sipil yang akan mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang TNI. Ia menegaskan bahwa hal ini merupakan bagian dari proses demokrasi yang sehat. Freddy menekankan bahwa TNI tetap fokus pada tugas pokok sesuai dengan amanat undang-undang. Ia percaya bahwa dinamika yang terjadi akan semakin memperkuat tata kelola ketatanegaraan yang demokratis.

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej juga menyampaikan bahwa rencana koalisi masyarakat sipil untuk mengajukan uji materiil revisi UU TNI adalah hak konstitusional setiap warga negara. Pemerintah secara keseluruhan menghormati langkah tersebut. Baik Eddy maupun Freddy sama-sama menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji formil UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI yang dibacakan dalam sidang pada Rabu, 17 September 2025. Mereka meyakini bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga proses penyusunan UU ini telah berjalan sesuai mekanisme konstitusional.

Dalam putusan tersebut, MK menolak sepenuhnya uji formil UU TNI yang diajukan oleh koalisi sipil dengan nomor perkara 81/PUU-XXIII/2025. Beberapa organisasi yang tergabung dalam Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menjadi pemohon uji formil tersebut, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Setelah putusan MK dikeluarkan, perwakilan koalisi sipil menyatakan bahwa mereka akan melanjutkan pengujian UU TNI secara materiil. Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam sebuah pernyataannya di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Rabu, 17 September 2025, banyak kandungan dalam UU ini yang bermasalah.

Usman memberikan contoh beberapa pasal yang menjadi sorotan. Pertama adalah Pasal 3 yang membahas kedudukan tentara di pemerintahan. Selain itu, Pasal 7 yang mengatur operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang juga menjadi perhatian. Koalisi sipil juga menyoroti Pasal 8 yang berkaitan dengan tugas TNI Angkatan Darat serta Pasal 47 yang mengatur ketentuan prajurit TNI dapat duduk di lembaga sipil.

Menurut Usman, beberapa pasal tersebut layak untuk diuji materiil dalam langkah hukum konstitusional yang lebih lanjut. Hal ini dilakukan agar bisa dipastikan apakah UU TNI sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, keberadaan UU TNI dapat terus diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang lebih luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *