Masyarakat Sipil Kembali Desak Pembentukan TGPF Usut Kerusuhan yang Menewaskan di Akhir Agustus 2025

Peristiwa Kerusuhan Akhir Agustus 2025 dan Tuntutan untuk Investigasi Mendalam

DIAGRAMKOTA.COM – Peristiwa kerusuhan yang terjadi pada akhir Agustus 2025 memicu berbagai tuntutan dari masyarakat untuk mengungkap fakta secara transparan. Demonstrasi massa yang berujung pada kekerasan menimbulkan berbagai bentuk protes di ruang publik, baik melalui media sosial maupun aksi langsung.

Banyak kelompok dan individu mulai menyuarakan aspirasinya dengan berbagai inisiatif, seperti gerakan hijau pink yang muncul dalam profil akun media sosial, gerakan 17+8, serta tagar #resetindonesia dan #wargajagawarga. Selain itu, berbagai seruan dan tuntutan lain juga muncul sebagai bentuk kekecewaan terhadap situasi yang terjadi.

Kerusuhan tersebut tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga disertai tindakan anarkis seperti pembakaran kantor polisi, perusakan fasilitas umum, hingga penjarahan properti milik pejabat publik. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa tersebut bukanlah kejadian spontan, melainkan memiliki indikasi adanya rencana yang terstruktur.

Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, menilai bahwa peristiwa ini harus dijawab dengan investigasi yang kredibel dan terbuka. Ia menegaskan bahwa tindakan makar, terorisme, serta dugaan keterlibatan pihak asing menunjukkan adanya agenda yang terorganisir dan pelaku yang terlatih. Dari sini, muncul dugaan tentang adanya konflik politik kekuasaan atau agenda tertentu yang ingin menciptakan ketidakstabilan.

Menurut Hendardi, klarifikasi dan investigasi mendalam menjadi kebutuhan mendesak agar semua rangkaian kejadian dapat diungkap secara jelas. Pertanyaan-pertanyaan penting seperti siapa dalangnya, bagaimana operasi berlangsung, dan apa tujuan politiknya harus dijawab. Jika tidak, masyarakat akan terus merasa cemas dan tidak aman, bahkan bisa memicu kemarahan yang lebih besar.

Dalam konteks ini, Hendardi menekankan perlunya pemerintah segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang kredibel. TGPF ini diharapkan mampu mengungkap fakta yang sebenarnya, menemukan pola gerakan, serta membedakan antara penyampaian aspirasi demokratis dengan agenda-agenda politik terselubung.

Ia juga menegaskan bahwa masyarakat berhak atas informasi dan perlindungan. Masyarakat harus diberi akses penuh terhadap informasi mengenai peristiwa yang terjadi. Meskipun Presiden mungkin sudah memiliki data dan analisis, keterbukaan harus diwujudkan. Partisipasi bermakna dari berbagai pihak seperti pakar, masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, media, penegak hukum, dan elemen sipil lainnya harus dibuka seluas-luasnya.

Hendardi mengingatkan bahwa penanganan yang sembarangan justru bisa berdampak buruk. TGPF dapat menjadi dasar untuk memastikan hak masyarakat atas informasi dan menciptakan rasa aman yang otentik.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pengungkapan data dan fakta bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga mekanisme cooling down system untuk menenangkan kemarahan publik. Proses ini harus dilakukan bersamaan dengan agenda-agenda mendasar untuk memperbaiki tata kelola negara yang telah melahirkan kesenjangan dan jauh dari cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *