Kritik terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Indef
DIAGRAMKOTA.COM – Institut untuk Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef) menyoroti sejumlah masalah yang muncul dari pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), dan meminta pemerintah untuk menghentikan sementara program tersebut. Hal ini dilakukan karena adanya berbagai isu yang dianggap tidak efektif dan berpotensi menimbulkan dampak negatif.
Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM Indef, Izzudin Al Farras, menyatakan bahwa pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap MBG, khususnya terkait alokasi anggaran yang sangat besar. Menurutnya, anggaran negara saat ini sangat terbatas, sehingga penggunaannya harus diprioritaskan dengan hati-hati.
“Dengan anggaran yang terbatas, Pak Prabowo ingin menjalankan banyak program dengan anggaran fantastis, maka harus ada prioritas,” ujarnya dalam diskusi virtual pada Kamis (4/9/2025).
Alokasi Anggaran yang Mengkhawatirkan
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah mengalokasikan Rp335 triliun untuk program MBG. Jumlah ini melonjak drastis dibandingkan tahun 2025 yang hanya senilai Rp71 triliun, atau naik sebesar 371,8%.
Anggaran MBG pada tahun depan mencapai 44,2% dari total anggaran pendidikan sebesar Rp757,8 triliun. Padahal, di sektor pendidikan masih ada aspek lain yang lebih mendesak, seperti kesejahteraan guru dan infrastruktur sekolah yang belum memadai.
“Ini sangat tidak mencerminkan penyelesaian permasalahan yang urgent, yang justru berpotensi menimbulkan masalah baru,” kata Izzudin.
Selain itu, program MBG juga mengambil 10,1% dari anggaran kesehatan pada 2026. Dari total anggaran kesehatan sebesar Rp244 triliun, sekitar Rp24,7 triliun dialokasikan untuk makanan bergizi bagi ibu hamil/menyusui dan balita sebanyak 7,4 juta orang.
Namun, target MBG di sektor pendidikan mencapai 82,9 juta peserta, termasuk siswa, ibu hamil/menyusui, dan balita. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan tumpang tindih anggaran antara sektor pendidikan dan kesehatan.
“Jika benar terjadi tumpang tindih, kita bisa menghemat Rp24,7 triliun untuk berbagai pos anggaran lainnya. Ini menjadi catatan penting bagi DPR maupun pemerintah,” ujarnya.
Masalah Keracunan Makanan
Selain masalah anggaran, Indef juga mengkritik maraknya kasus keracunan makanan akibat program MBG. Sampai 28 Agustus 2025, sebanyak 23 juta penerima manfaat telah menerima bantuan makanan. Namun, dalam waktu delapan bulan, korban keracunan mencapai 4.000 orang.
“Permasalahan ini terjadi karena lemahnya perencanaan dan pengawasan,” ujar Izzudin.
Langkah yang Disarankan
Akibat dari berbagai masalah ini, Indef menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terlebih dahulu sebelum memperluas cakupan dan menambah anggaran MBG pada 2026 mendatang.
“Oleh karena itu, kami menilai bahwa program MBG ini harus dihentikan sementara, untuk adanya evaluasi total pelaksanaan program MBG di seluruh Indonesia. Karena korban sudah terlalu banyak berjatuhan, artinya tujuan jangka panjang yang ingin dicapai saja tidak dapat, apalagi dalam jangka pendek,” pungkas Izzudin.