I Wayan Sudirta: Sistem Peradilan Pidana Tak Mampu Membedakan Pengguna dan Bandar Narkoba
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sen, 22 Sep 2025
- comment 0 komentar

Masalah Pemisahan Pengguna dan Bandar Narkotika dalam Sistem Peradilan
DIAGRAMKOTA.COM – Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, menyoroti masih lemahnya pemisahan perlakuan antara pengguna dan bandar narkotika dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Menurutnya, ketidakjelasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat overkapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) di seluruh Indonesia.
Pengguna narkoba seharusnya direhabilitasi, bukan dipenjara. Sementara bandar dan pengedar besar harus dihukum berat, bahkan hukuman mati. Pendekatan ini terbukti berhasil di negara seperti Portugal. Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menilai pengguna narkoba adalah korban jaringan peredaran gelap yang perlu mendapatkan pemulihan, bukan pidana. Sebaliknya, bandar harus mendapat hukuman tegas sebagai bentuk efek jera.
Ia mencontohkan keberhasilan beberapa negara Eropa, terutama Portugal, yang menerapkan dekriminalisasi pengguna dan fokus pada rehabilitasi serta pemberantasan bandar. Model ini berhasil menekan angka pengguna dan mengurangi kepadatan lapas. Jika konsep ini diterapkan serius, penjara bisa kosong. Bahkan beberapa penjara di Eropa sudah berubah fungsi karena tidak lagi dipenuhi narapidana narkoba.
Dalam diskusi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Jawa Timur, Sudirta mengkritik inkonsistensi penegakan hukum, di mana pengguna sering dijerat pasal berat dan disamakan dengan bandar. Hal ini menurutnya memperparah masalah kepadatan lapas. Kita harus tegas membedakan pengguna yang bisa direhabilitasi dengan bandar yang harus dihukum berat. Tanpa pembedaannya, pemberantasan narkoba akan terus gagal.
Sudirta juga meminta agar RKUHAP menjadi momentum memperbaiki politik hukum dalam penanganan narkotika dengan mengedepankan asas keadilan dan efisiensi. Pendekatan restorative justice perlu diperluas bagi pengguna, terutama kasus dengan kadar rendah atau untuk pemakaian pribadi. Restorative justice bukan hanya untuk pencurian ringan, tapi juga bisa diterapkan bagi penyalahgunaan narkoba. Rehabilitasi adalah jalan tengah antara keadilan dan kemanusiaan.
Kunjungan kerja Komisi III DPR RI ke Polda Jatim merupakan bagian dari evaluasi terhadap masalah hukum di daerah sekaligus menyerap aspirasi dalam penyusunan RKUHAP yang lebih modern dan berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia.
Pentingnya Revisi Sistem Hukum Terkait Narkotika
Revisi sistem hukum terkait narkotika sangat penting untuk menciptakan keadilan yang lebih nyata. Saat ini, banyak pengguna narkoba yang dihukum dengan hukuman yang terlalu berat, sementara para bandar justru tidak mendapatkan hukuman yang sesuai dengan perbuatan mereka. Hal ini menyebabkan ketidakadilan dalam sistem peradilan dan meningkatkan beban lembaga pemasyarakatan.
Beberapa negara telah membuktikan bahwa pendekatan rehabilitasi dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan hukuman yang terlalu berat. Dengan menempatkan pengguna narkoba dalam program rehabilitasi, mereka memiliki kesempatan untuk pulih dan kembali menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat. Sementara itu, bandar narkoba tetap harus mendapatkan hukuman yang tegas agar menjadi efek jera bagi pelaku lainnya.
Selain itu, pendekatan restorative justice dapat menjadi solusi yang efektif dalam menangani kasus-kasus narkotika. Pendekatan ini menekankan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, serta mendorong pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Dengan demikian, keadilan dapat ditegakkan tanpa melupakan aspek kemanusiaan.
Tantangan dalam Penegakan Hukum Narkotika
Tantangan utama dalam penegakan hukum narkotika adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang perbedaan antara pengguna dan bandar. Banyak petugas penegak hukum masih menganggap pengguna sebagai pelaku kejahatan yang sama dengan bandar, padahal mereka memiliki latar belakang yang berbeda. Hal ini menyebabkan kebijakan hukum yang tidak proporsional dan memperparah masalah kepadatan lapas.
Selain itu, adanya kebijakan yang tidak konsisten dalam penegakan hukum juga menjadi kendala. Di beberapa daerah, pengguna narkoba dihukum dengan hukuman yang terlalu berat, sementara di tempat lain, mereka justru tidak mendapatkan perlakuan yang tepat. Hal ini menunjukkan kelemahan dalam implementasi kebijakan hukum yang seharusnya lebih jelas dan konsisten.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan revisi kebijakan hukum yang lebih transparan dan adil. Dengan memperkuat sistem peradilan dan meningkatkan pemahaman tentang perbedaan antara pengguna dan bandar, penegakan hukum dapat menjadi lebih efektif dan berkeadilan.
Masa Depan Penanganan Narkotika di Indonesia
Masa depan penanganan narkotika di Indonesia bergantung pada komitmen pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk melakukan reformasi sistem hukum. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih manusiawi dan berbasis keadilan, penanganan narkotika dapat menjadi lebih efektif dan berkelanjutan.
Perlu adanya koordinasi yang lebih baik antara lembaga penegak hukum, lembaga rehabilitasi, dan organisasi masyarakat sipil. Dengan kolaborasi yang kuat, upaya pemberantasan narkotika dapat dilakukan secara holistik, mulai dari pencegahan hingga rehabilitasi dan reintegrasi sosial.
Selain itu, pendidikan dan edukasi masyarakat tentang bahaya narkotika juga sangat penting. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, penyebaran narkotika dapat diminimalisir dan pengguna narkoba dapat lebih mudah mendapatkan bantuan yang diperlukan.
Dengan langkah-langkah yang terarah dan komprehensif, Indonesia dapat menciptakan sistem penanganan narkotika yang lebih baik, adil, dan berkelanjutan.





Saat ini belum ada komentar