IDI Menyesalkan Kasus Penganiayaan Dokter RS BDH Surabaya

AA1Ldb0T

DIAGRAMKOTA.COM – Seorang tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah Bhakti Dharma Husada (BDH) Surabaya menjadi korban kekerasan dari seorang pasien. Dokter Faradina Sulistiyani mengalami luka parah akibat tindakan penganiayaan tersebut. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama berbagai organisasi profesi kedokteran menyampaikan kecaman yang tajam terhadap kejadian ini.

Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Perlindungan Anggota (BHP2A) Pimpinan Pusat IDI, Agus Ariyanto menyatakan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan segala jenis kekerasan terhadap tenaga kesehatan.

“PB IDI tidak akan mentolerir segala bentuk kekerasan terhadap dokter atau tenaga kesehatan lainnya dan mengecam tegas pelakunya. Karena selain menyebabkan cedera fisik, juga menimbulkan luka psikologis yang dapat mengganggu proses pelayanan kesehatan,” kata Agus, Selasa (26/8).

Agus juga menyampaikan bahwa kekerasan bukanlah jalan keluar dan termasuk tindakan yang melanggar hukum. Oleh karena itu, pihaknya mengajak agar kasus ini diselesaikan melalui jalur hukum guna mencapai keadilan.

“PB IDI mengajak masyarakat khususnya pasien dan keluarga untuk menyelesaikan setiap masalah melalui prosedur yang tersedia,” ujarnya.

Juga Ketua Umum Perhimpunan Dokter Ahli Hukum Kesehatan dan Kedokteran Indonesia (PERDAHUKKI), Rudy Sapoelete, menyatakan bahwa penganiayaan terhadap dokter merupakan tindakan kekerasan yang sangat merusak martabat profesi kedokteran.

“Petugas medis dalam kasus ini adalah korban, bukan pelaku. Tindakan kekerasan yang direncanakan harus dianggap sebagai serangan tidak hanya terhadap seseorang, tetapi juga terhadap sistem layanan kesehatan,” tegasnya.

Menurut Rudy, perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Oleh karena itu, penegakan hukum perlu dilakukan dengan adil agar memberikan efek jera dan mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan.

“Tindakan kekerasan yang direncanakan terhadap dokter harus dianggap sebagai serangan bukan hanya terhadap seseorang, tetapi juga terhadap sistem layanan kesehatan,” ujarnya.

Pada saat yang sama, Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Wilayah Jawa Timur, Dedi Ismiranto, menyampaikan tujuh poin pandangan resmi IDI Jatim. Salah satunya adalah mengutuk tindakan premanisme berupa kekerasan terhadap tenaga kesehatan, menyesali peristiwa yang melanggar norma kemanusiaan, serta mendukung penerapan hukum yang tegas terhadap pelaku.

“IDI Jatim juga mendukung upaya pemulihan fisik dan psikologis dr. Faradina, serta meminta peningkatan perlindungan hukum dan keamanan bagi tenaga kesehatan di berbagai fasilitas pelayanan,” tegas Dedi.

Anggota Bidang Advokasi dan Hukum Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI) Surabaya Raya, Julie Kun Widjajanto, menyampaikan pendirian yang mendukung perlindungan hukum bagi dokter bedah. Ia menegaskan bahwa PABI akan memantau proses hukum hingga persidangan terhadap pelaku tindakan kekerasan.

“PABI akan terus memantau perkara hukum di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengenai tersangka/terdakwa N yang melakukan penganiayaan/tindakan kekerasan terhadap dr. Faradina demi mendapatkan keadilan yang sebenarnya,” tegas dia.

Di sisi lain, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD BDH Surabaya, Arif Setiawan, menambahkan bahwa Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memberikan perhatian penuh terhadap kasus ini.

“Bapak Wali Kota tidak menginginkan dokter dianggap demikian, dan Pemkot Surabaya akan sepenuhnya mendukung kasus ini,” kata Arif.

Oleh karena itu, pihaknya meminta majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) untuk memberikan perhatian serius serta menjatuhkan hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Untuk keadilan bagi dr. Faradina yang bertugas melayani masyarakat dan harus dijamin keselamatannya,” tegasnya.

Perkara penganiayaan ini saat ini sedang diproses di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan tersangka berinisial N. Kejadian penganiayaan itu dimulai ketika tersangka merasa kecewa dan marah terhadap hasil operasi yang pernah dilakukan oleh dr. Faradina. Menurut tersangka, bekas luka operasi tersebut sering menimbulkan rasa nyeri, sakit, dan tampak cekung. Keluhannya yang dianggap tidak ditangani dengan baik oleh pihak rumah sakit memicu emosi tersangka hingga akhirnya mengambil tindakan kekerasan.

N kemudian mengambil potongan bata bekas dari bangunan di samping rumahnya, membungkusnya dengan kertas, lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik hitam dan dimasukkan ke dalam tas.

N kemudian pergi ke Poli Bedah Umum RS BDH. Ketika melihat dr. Faradina sedang duduk menghadap komputer, terdakwa langsung menyerang korban dengan benda tajam tersebut ke bagian belakang kepala sebanyak dua kali, lalu dua kali ke punggung.

Akibat serangan tersebut, dr. Faradina mengalami luka sobek pada bagian belakang kepala sebelah kanan dan kiri, serta memar di punggung. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *