DIAGRAMKOTA.COM – Sekretaris Pansus LKPJ DPRD Surabaya, Ajeng Wira Wati, menyoroti adanya ketimpangan antara data kemiskinan yang bersifat administratif dan kondisi riil di lapangan.
Hal itu ia sampaikan dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Kota Surabaya yang membahas sinkronisasi data kesejahteraan warga Kota Pahlawan bersama Dinas Sosial.
Ajeng Wira Wati Pertanyakan Akurasi Data Miskin
Menurut Ajeng, masih banyak warga miskin yang belum terdata secara akurat karena kurangnya edukasi, proses survei yang lambat, dan perbedaan domisili dengan alamat KTP. Ia menyebut, meski pemerintah mengklaim angka kemiskinan ekstrem di Surabaya sudah nol persen, faktanya masih ada kasus warga miskin yang tidak mendapatkan bantuan.
“Orang disabilitas yang tinggal sendiri bisa masuk kategori sejahtera, padahal jelas-jelas tidak sesuai kondisi di lapangan,” ungkap Ajeng.
Perlunya Verifikasi Ulang Data Kemiskinan
Ia menekankan perlunya verifikasi ulang oleh Dinas Sosial dan kelurahan terhadap data kemiskinan yang sudah ada.
Ajeng juga mengkritisi standar perhitungan kemiskinan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dari BPS, yang menyebut pendapatan Rp742 ribu per kapita per bulan sebagai ambang batas kemiskinan.
“Padahal di Surabaya, kebutuhan hidup sangat tinggi. Bahkan, dengan penghasilan Rp1,5 juta pun masih bisa dikatakan miskin,” tegasnya.
Sinkronisasi Data Menjadi Perhatian Utama
Sinkronisasi antara RT, RW, kelurahan, dan Dinas Sosial menjadi perhatian utama. Ia mendorong sistem pendataan tidak hanya bergantung pada sampling dari pusat, tapi juga melibatkan data by name by address (BNBA) yang lebih mendalam dan faktual.
“Jangan puas hanya karena disebut nol persen kemiskinan ekstrem. Kita harus pastikan angka itu benar-benar mencerminkan kondisi riil masyarakat Surabaya,” ujarnya.
Ajeng Wira Wati yang juga Ketua Fraksi Gerindra tersebut, mencatat masih banyak adanya siswa yang dilaporkan putus sekolah, sebagian karena motivasi rendah, namun juga akibat kurangnya intervensi pendidikan yang tepat sasaran. Ia menegaskan, keluarga dan lingkungan juga punya peran penting untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. (dk/s)