“Hari ini, pengembang sudah menunjuk lembaga pengelola lain, tapi ada warga yang mau membayar IPL (Iuran Pengelolaan Lingkungan, red) dan ada yang tidak. Artinya ini terjadi distrust,” Sebut Toni sapaan ketua Komisi A ini.
Maka, kata Toni, untuk meminimalisir potensi kecurigaan, ketidak percayaan satu sama lain, Komisi A menyarankan harus dilakukan musyawarah.
Untuk menunjukkan otentifikasi persetujuan penghuni, maka harus dibuatkan pernyataan dari masing-masing pemilik rumah.
“Itu menurut kami bisa menjadi solusi untuk mengakhiri ketegangan, ketidakpercayaan dan tindakan-tindakan yang berpotensi menciptakan disharmonisasi di kota Surabaya,” ucap Fathoni.
Untuk itu, lanjut Toni, komisi A memberi waktu 2 minggu kepada pihak kelurahan untuk membentuk, merumuskan, dan memusyawarahkan hal ini.
“Pijakannya jelas, dan disitu ada syarat-syarat, lembaga pengelolaannya bisa apa saja, apakah mau dibentuk oleh RT atau pengembang. Kuncinya tetap dari persetujuan penghuni,” kata Toni.