Buku Laboratorium Palestina Dibahas BRIN oleh Jurnalis Investigasi Internasional
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sen, 24 Nov 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Perang Israel-Palestina tidak hanya terkait sengketa wilayah dan pelanggaran hak asasi manusia. Konflik ini juga berfungsi sebagai mesin ekonomi-politik yang mendorong industri militer negara Israel.
Perspektif ini muncul dalam diskusi buku Laboratorium Palestina: Bisnis Senjata Israel yang Memperkuat Neokolonialisme, karya jurnalis investigasi internasional Antony Loewenstein.
Buku ini memperlihatkan bagaimana wilayah Palestina digunakan sebagai tempat pengujian berbagai senjata dan teknologi pengawasan Israel sebelum dipasarkan ke dunia.
Kepala Pusat Riset Politik BRIN, Athiqah Nur Alami, mengatakan buku tersebut mengungkap sisi gelap ekonomi politik militer Israel. Menurutnya, studi tentang Palestina penting untuk memahami dinamika geopolitik dunia yang ditentukan oleh kekuatan ekonomi dan teknologi pertahanan.
“Buku ini membuka wawasan tentang perpaduan rumit antara industri keamanan dunia, ekonomi politik, serta pengalaman hidup masyarakat di bawah pemerintahan pendudukan,” kata Athiqah.
Dalam paparannya, Loewenstein menyampaikan bahwa Gaza dan Tepi Barat selama beberapa dekade menjadi lokasi uji coba teknologi pengendalian populasi Israel.
“Israel telah menciptakan berbagai metode untuk melakukannya. Pada era modern, ini berarti pengawasan digital, drone pembunuh, dan perang yang didukung kecerdasan buatan, seperti yang digunakan di Gaza saat ini,” katanya.
Ia memberikan contoh perangkat mata-mata Pegasus yang awalnya diuji pada masyarakat Palestina, sebelum kemudian dijual ke berbagai negara. Meskipun diklaim sebagai alat untuk melawan terorisme, teknologi ini sering digunakan untuk menekan jurnalis, aktivis, dan lawan politik.
Menurut Loewenstein, Israel kini termasuk salah satu negara yang paling besar dalam ekspor senjata dan teknologi pengawasan di dunia. “Perdagangan ini tidak hanya tentang menjual senjata, tetapi juga alat diplomasi,” katanya.
Ia menekankan bahwa banyak negara justru tertarik mengadopsi teknologi Israel guna memperkuat pengawasan politik di dalam negeri.
“Banyak pemerintahan yang seharusnya mendukung Palestina justru membeli teknologi ini karena takut pada rakyat mereka sendiri,” tambahnya.
Mengenai serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, Loewenstein menganggap kejadian tersebut mencerminkan kegagalan sistem pertahanan Israel. Namun, kegagalan ini tidak mengurangi permintaan internasional.
“Yang ditunjukkan justru: inilah cara Anda menghancurkan suatu wilayah secara total,” katanya.
Ahli riset dari Pusat Riset Politik BRIN, Nostalgiawan Wahyudhi, menganggap buku ini menampilkan pandangan bahwa Israel tidak hanya menjual senjata, tetapi juga ide-ide politik.
“Israel semakin dianggap sebagai contoh yang diikuti oleh kelompok kanan ekstrem di Eropa, Amerika Serikat, dan India,” katanya.
Menurutnya, kelompok-kelompok tersebut memandang Israel sebagai contoh negara yang menganut nasionalisme etnis dan menegaskan dominasi etnis serta menentang multikulturalisme.
Baik Loewenstein maupun Wahyudhi sepakat bahwa buku Laboratorium Palestina berfungsi sebagai peringatan bagi masyarakat internasional. Perang yang berlarut-larut di Palestina tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga menyebarluaskan model penindasan yang semakin canggih di tingkat global.
Buku ini mengajak pembaca untuk melihat konflik Israel-Palestina dari sudut pandang yang lebih menyeluruh: bukan hanya sebagai isu diplomatik dan kemanusiaan, tetapi juga melalui analisis ekonomi politik industri militer yang memiliki dampak lintas negara.





Saat ini belum ada komentar