Istana: Utang Whoosh Bukan Tanggung Jawab APBN, Purbaya Sebut Itu Tugas BPI Danantara
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sen, 13 Okt 2025
- comment 0 komentar
Polemik Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh Kembali Muncul
DIAGRAMKOTA.COM – Polemik terkait utang proyek kereta cepat Jakarta–Bandung, yang dikenal dengan nama Whoosh, kembali memicu perdebatan setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak wacana penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk melunasi utang. Ia menegaskan bahwa tanggung jawab pelunasan utang harus ditanggung oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia sebagai pengelola utama proyek tersebut, bukan pemerintah pusat.
Istana Tegaskan Tidak Akan Gunakan APBN untuk Pembayaran Utang
Menurut Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, pemerintah tidak berencana menggunakan APBN untuk membayar utang proyek kereta cepat Whoosh. Ia menjelaskan bahwa saat ini sedang dicari solusi alternatif agar masalah pembiayaan bisa diselesaikan tanpa menambah beban fiskal negara.
“Beberapa waktu lalu sudah dibicarakan untuk mencari skema agar beban keuangan bisa dicarikan jalan keluar,” ujar Prasetyo usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di kediaman Kertanegara, Jakarta, Minggu malam (12/10).
Meskipun isu utang Whoosh tidak menjadi topik utama dalam rapat tersebut, Prasetyo menilai proyek ini tetap memiliki nilai strategis karena berperan besar dalam memperkuat konektivitas antara Jakarta dan Bandung serta membuka peluang pengembangan jaringan transportasi cepat lintas Jawa.
“Justru kita ingin proyek ini berkembang, tidak hanya sampai Bandung, tapi bisa menuju Surabaya,” tambahnya.
Tanggung Jawab Finansial Ada di Danantara
Purbaya menegaskan bahwa pembiayaan utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) merupakan tanggung jawab BPI Danantara Indonesia, bukan Kementerian Keuangan. Ia menyebut bahwa Danantara memiliki kemampuan finansial yang cukup kuat dengan rata-rata dividen mencapai Rp80 triliun per tahun, sehingga bisa mengelola kewajiban keuangannya sendiri.
“Harusnya mereka manage dari situ, jangan ke kita lagi. Kalau tidak, nanti semua ke kita termasuk dividennya,” tegas Purbaya saat Media Gathering Kemenkeu 2025 di Novotel Bogor, Jumat (10/10).
Ia menilai penting adanya pemisahan yang tegas antara sektor swasta dan pemerintah dalam pembiayaan proyek nasional. Menurutnya, proyek seperti Whoosh seharusnya dikelola secara komersial dan tidak terus bergantung pada APBN.
“Jangan kalau untung jadi swasta, tapi kalau rugi minta bantuan pemerintah. Harus ada kejelasan batas tanggung jawabnya,” tambahnya.
Opsi Penyelesaian Utang Masih Dibahas
Sebelumnya, BPI Danantara telah menyiapkan dua opsi penyelesaian utang proyek kereta cepat yang saat ini membebani neraca keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Opsi pertama adalah melalui penyertaan modal tambahan kepada KAI, sedangkan opsi kedua berupa penyerahan infrastruktur proyek kepada pemerintah sebagai aset negara.
Proyek Whoosh sendiri dikelola oleh PT KCIC, perusahaan patungan antara konsorsium BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan mitra asal China. Sebanyak 75 persen pembiayaannya berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), sementara sisanya merupakan modal dari para pemegang saham seperti KAI, Wijaya Karya, PTPN I, dan Jasa Marga.
Proyek Strategis dengan Tantangan Finansial
Meski menimbulkan beban keuangan, proyek kereta cepat Whoosh dinilai tetap strategis bagi pembangunan infrastruktur nasional. Pemerintah berharap kehadiran Whoosh mampu mempercepat konektivitas antarkota, menurunkan biaya logistik, serta mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah di sekitar jalur kereta cepat.
Selain itu, proyek ini menjadi simbol kolaborasi antara Indonesia dan Tiongkok dalam pengembangan transportasi modern. Namun, efisiensi operasional dan keberlanjutan finansial menjadi tantangan besar agar proyek ini tidak menjadi beban jangka panjang bagi negara maupun BUMN yang terlibat.
Saat ini belum ada komentar