GMNI Surabaya Raya: Dukung Penuh Program MBG, Desak Penjarakan Mitra atau Vendor SPPG Bermasalah
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Kam, 9 Okt 2025
- comment 0 komentar

DPC GMNI Surabaya Raya (@)
DIAGRAMKOTA.COM —
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Surabaya Raya menyampaikan keprihatinan mendalam atas maraknya kasus keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah menelan korban keracunan lebih dari 6.517 anak di seluruh Indonesia sejak diluncurkan pada Januari 2025 lalu.
GMNI Surabaya Raya menjelaskan, kasus keracunan paling banyak terjadi di Pulau Jawa dengan total 45 kasus. Sebaran kasus terjadinya gangguan pencernaan atau kasus di SPPG 1.307 korban di wilayah I atau Pulau Sumatera. Kemudian 4.207 korban untuk wilayah pemantauan II atau Pulau Jawa dan 1.003 korban untuk wilayah pemantauan III atau Indonesia bagian timur. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan publik yang tajam: mengapa hingga kini belum ada satu pun mitra atau vendor MBG yang ditetapkan sebagai tersangka, padahal berbagai laporan menunjukkan indikasi kelalaian di lapangan?
Sementara itu, kasus serupa di tingkat UMKM seperti yang dialami UMKM Mama Banjar langsung berujung pada penahanan pemilik hanya karena produk belum mencantumkan masa kedaluwarsa, Ketua DPC GMNI Surabaya Raya menilai situasi ini menunjukkan ketimpangan penegakan hukum yang mencolok.
Dukung Program MBG, Tapi Tegakkan Akuntabilitas
Dalam pernyataanya Sekretaris GMNI Surabaya Raya Alief Susilo Yusuf Hadiwijoyo menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh program nasional MBG sebagai wujud perhatian negara terhadap peningkatan gizi dan menekan angka stunting anak bangsa.
Akar persoalan ini terletak pada lemahnya sistem pengawasan dan ambisi pencapaian target 31.000 SPPG dalam waktu singkat, tanpa kesiapan sumber daya dan pengawasan lapangan yang memadai.
Namun, dukungan tersebut harus diiringi tindakan hukum tegas terhadap pihak-pihak yang lalai, terutama para mitra dan vendor dalam Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) yang tidak menjalankan prosedur sesuai ketentuan.
“Kami mendorong pemerintah untuk segera menindak dan memenjarakan vendor maupun mitra SPPG yang terbukti lalai dalam menjalankan standar keamanan pangan. Jangan sampai rakyat kecil seperti pelaku UMKM langsung ditahan, sementara pemasok besar justru dibiarkan,” tegas Ni Kadek Ayu Wardani Ketua GMNI Surabaya Raya.
Lemahnya Pengawasan dan Regulasi
Menurut Menteri Sekretaris Negara RI, Prasetyo Hadi, mayoritas kasus keracunan MBG disebabkan oleh SPPG yang tidak menjalankan prosedur yang berlaku. Temuan CISDI (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives) juga memperkuat hal tersebut: banyak anak penerima MBG menemukan makanan dalam kondisi basi, berbau, dan rusak.
Padahal, dalam petunjuk teknis (juknis) MBG, belum tercantum prosedur standar penanganan insiden keamanan pangan seperti keracunan, kontaminasi silang, atau alergi makanan. Beberapa SPPG bahkan masih beroperasi tanpa Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dari Kementerian Kesehatan.
Kontribusi SPPG dalam MBG berkaitan erat dengan penyediaan serta distribusi menu makanan kepada para siswa. BGN memasang target terciptanya 31.000 SPPG di seluruh Indonesia sampai akhir 2025 untuk mencapai 82 juta orang penerima manfaat MBG.
Di satu sisi sejumlah SPPG masih mengurus Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dari Kementerian Kesehatan, di tengah-tengah operasional. Pemerintah sendiri menanggapi keracunan masif MBG dengan menutup puluhan SPPG yang dipandang bermasalah.