DIAGRAMKOTA.COM – Mendengar kabar bahwa ada ekskavasi di komplek Candi Brahu Kabupaten Mojokerto, segeralah A Hermas Thony pergi ke lokasi pada Minggu, 8/6/25. Thony memang baru bisa menyempatkan datang pada Minggu.
Sesampai di Candi Brahu, Thony langsung menuju lokasi galian ekskavasi. Lokasinya sedikit di utara Candi. Berada di lahan kebun tebu yang telah bersih dari rumpun tanaman penghasil gula. Begitu menengok lahan, terlihat beberapa kotak ekskavasi. Isinya struktur talud yang terbuat dari batu bata kuno. Lebar talud sekitar satu meter, yang terdiri dari tiga jajar memanjang batu bata berukuran 30 cm.
Struktur batu bata merah ini “muncul” dari kedalaman sekitar setengah meter dari permukaan tanah kebun tebu. Saat itu kegiatan ekskavasi memang sudah tidak ada. Tapi bekas galian tetap menganga.
Dari kegiatan ekskavasi, yang menyisakan beberapa kotak, mendorong Thony membayangkan keberadaan tembok yang dulu diduga pernah membatasi Candi Brahu. Rasa ingin tau Thony pun muncul sambil membayangkan keberadaan tembok yang diduga pernah mengurung bangunan suci Candi Brahu.
Thony menyebut ekskavasi itu adalah upaya menguak dan menemukan kembali identitas bangsa. Minimal adalah sejarah lingkungan Candi Brahu. Menurut Thony, ekskavasi ini bertolak belakang dengan praktek demolisi atas bangunan di kawasan Cagar Budaya Perumahan Darmo Surabaya.
“Di Kabupaten Mojokerto, yang sudah terpendam digali dan kelak direkonstruksi. Sementara di Surabaya, yang masih berdiri didemolisi”, jelas Thony sambil memperhatikan struktur talud di kotak ekskavasi di kompleks Candi Brahu.
Sebuah komparasi menarik, yang menggambarkan dua kasus yang saling bertolak belakang. Satu di Mojokerto merekonstruksi. Satu di Surabaya mendemolisi.
Bahkan rumah rumah gaya Mojopahitan direkonstruksi dan dibangun kembali untuk mengembalikan ingatan kolektif tentang konstruksi rumah Majapahit. Tidak hanya wujud rumah, tetapi juga model pagar tembok di setiap rumah.
Sementara itu model rumah kolonialan di kawasan cagar budaya perumahan Darmo Surabaya, yang menjadi objek edukasi, ilmu pengetahuan, penelitian, kebudayaan dan pariwisata, perlahan lahan dibongkar.
“Ini pembalakan rumah kolonial modern Surabaya”, tegas Thony.
Ia menambahkan bahwa penetapan Situs Cagar Budaya Perumahan Darmo adalah upaya perlindungan rumah rumah di kawasan Darmo agar bisa menjadi obyek penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya yang tidak sekedar menjadi tempat hunian.
“Sama halnya dengan ekskavasi di Mojokerto agar dari hasil ekskavasi itu bisa dijadikan untuk tujuan tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan serta pariwisata.
Apakah suatu saat di Surabaya akan ada rekonstruksi atas bangunan yang telah dihancurkan?
(dk/nw)