DIAGRAMKOTA.COM – Konflik perebutan Universitas Malahayati kian memanas. Di tengah kisruh internal Yayasan Alih Teknologi, terungkap fakta mengejutkan: kampus IKI Jakarta yang dikelola oleh Ely Rumengan—istri muda Rusli Bintang—dinyatakan mengalami kebangkrutan dan telah dicabut izin operasionalnya.
Krisis di IKI Jakarta mulai tercium sejak akhir 2023 dan mencapai puncaknya pada awal 2024. Izin operasional kampus telah resmi dicabut oleh pihak berwenang, menyebabkan proses belajar-mengajar terhenti dan mahasiswa menjadi korban ketidakpastian. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik: apakah krisis di IKI Jakarta menjadi motif di balik upaya pengambilalihan Universitas Malahayati Lampung?
Puncak dari konflik internal Universitas Malahayati meletus pada Januari 2025, dengan munculnya Akta Notaris Nomor 243 tertanggal 11 Januari 2025. Dokumen itu disebut-sebut mengganti posisi Rosnati Syech—istri sah Rusli Bintang—dari jabatan Pembina Yayasan Alih Teknologi, tanpa persetujuan dan tanpa keterlibatannya.
“Kalau IKI Jakarta sedang bermasalah, jangan sampai Universitas Malahayati dijadikan pelampiasan. Ini kampus yang kami bangun bersama, bukan milik pribadi,” tegas Rosnati Syech saat ditemui di kampus Universitas Malahayati, Kamis (10/4/2025).
Rosnati juga menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menandatangani dokumen perubahan struktur pembina yayasan. Dugaan adanya pemalsuan dokumen pun telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Laporan itu tercatat dengan nomor LP/B/7515/XII/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA sejak Desember 2024 dan saat ini tengah dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Ely Rumengan maupun Rusli Bintang terkait pencabutan izin kampus IKI Jakarta maupun tudingan intervensi terhadap Universitas Malahayati.
Kekhawatiran publik pun mencuat. Banyak pihak mempertanyakan masa depan Universitas Malahayati jika konflik terus berlanjut dan tidak segera diselesaikan. Apakah Malahayati akan bernasib sama dengan IKI Jakarta? Ataukah masyarakat dan mahasiswa akan bersatu mempertahankan kampus yang telah mereka rawat dan bangun bersama?
Situasi ini menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan, bahwa perebutan kekuasaan dan kepentingan pribadi tak seharusnya menghancurkan masa depan ribuan mahasiswa dan integritas lembaga pendidikan tinggi.(dk/tgh)