Diagram Kota Jakarta – Wakil Presiden Ma’ruf Amin percaya bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan pulih dengan upvensi yang terus-menerus oleh pemerintah dan Bank Indonesia.
Menurut Wakil Presiden, pelemahan rupiah disebabkan oleh pengaruh global yang juga mempengaruhi mata uang negara lain, termasuk euro.
“Intervensi terus dilakukan oleh Bank Indonesia, pemerintah, dan kita berharap kita akan bisa mengembalikan kepada nilai yang normal yang seharusnya kita harapkan. Itu saya kira langkah-langkah terus, rakor terus dilakukan,” kata Wapres memberi keterangan pers usai menghadiri acara Harsiarnas Ke-91, Senin (24/6/2024).
Meskipun demikian, lanjut Wapres pemerintah akan terus berusaha menekan agar nilai tukar rupiah kembali kuat. Tadi sudah rapat juga dalam rangka APBN untuk mengevaluasi hal-hal walaupun begitu masih cukup baik, ekonomi kita cukup baik.
“Memang ada nilai tukar rupiah ini karena ada pengaruh global, pengaruh penguatan dolar (AS) karena kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Amerika Serikat sehingga dolar (AS) itu nilainya tinggi tetapi kita juga terus berusaha untuk menekan,” Jelas Wapres.
Diketahui, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Senin, ditutup menguat di tengah ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) sebanyak dua kali pada 2024.
Pada akhir perdagangan Senin, rupiah naik 56 poin atau 0,34 persen menjadi Rp16.394 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.450 per dolar AS.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan tren nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat, didukung faktor fundamental ekonomi Indonesia.
“Rupiah secara fundamental itu trennya, jangan ditanya hari per hari lho, ini trennya akan menguat. Inflasi kita rendah, growth bagus, kreditnya bagus,” kata Perry.
Faktor fundamental yang diperkirakan akan mempengaruhi penguatan nilai tukar rupiah adalah inflasi rendah yakni 2,8 persen, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan 5,1 persen, serta pertumbuhan kredit sebesar 12 persen.
Namun, Perry memperingatkan adanya faktor sentimen jangka pendek yang bisa menyebabkan rupiah melemah, di antaranya kondisi geopolitik global dan sikap bank sentral AS atau The Fed yang tidak terburu-buru memangkas suku bunga.
Di dalam negeri, Indonesia juga sedang menghadapi sentimen domestik dengan kenaikan permintaan pembiayaan dari korporasi untuk repatriasi deviden dan pembayaran utang. (dk/ria)