Wicked: Sekuel yang Kehilangan Keajaibannya?
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sab, 22 Nov 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Sekuel yang paling ditunggu-tunggu, Wicked: For Good, akhirnya tiba dengan lancar di bioskop Indonesia sejak Rabu (19/11/2025). Sebagai kelanjutan dari adaptasi musikal Broadway yang ikonik, film ini kembali mengikuti perjalanan Elphaba (Cynthia Erivo) dan Glinda (Ariana Grande) dalam fase yang lebih emosional dan gelap. Dengan dua lagu baru, set yang megah, serta cerita yang semakin mendekati kisah klasik.The Wizard of Oz, sekuel ini datang membawa ekspektasi besar dari para penggemarnya.
Namun, seiring dengan gegap gempita penayangannya, muncul juga awan keraguan yang mulai membayangi film ini. Coba tengok saja rating yang diberikan kritikus di Rotten TomatoesJika film pertama mendapatkan skor 88 persen,Wicked: For Good justru harus puas dengan skor yang jauh lebih rendah, yaitu sekitar 71 persen.
Penurunan ini sontak menimbulkan concerndi kalangan penggemar, apakah sekuelnya kehilangan daya magis yang sebelumnya mampu membuat penonton terkesima? Untuk menjawab rasa penasaran tersebut, penulis telah membahas berbagai aspek film tersebut dalamreview film Wicked: For Good di bawah ini!
1. Wicked: For Good mengambil latar 5 tahun setelah Wicked
Tentu masih segar di ingatan bagaimana Wicked (2024) berakhir dengan momen yang penuh emosi yang mengubah nasib banyak tokoh di Oz. Setelah mengetahui konspirasi jahat The Wizard (Jeff Goldblum) dan Madame Morrible (Michelle Yeoh), Elphaba melarikan diri bersama Grimmerie dan berkomitmen untuk melawan pemerintahan tersebut.Wicked: For Good membawa penonton kembali lima tahun setelah peristiwa yang mengejutkan itu dengan kisah yang jauh lebih rumit.
Sekarang, dinamika persahabatan Elphaba dan Glinda benar-benar terpecah seiring nasib yang mengarahkan mereka ke sisi yang berbeda. Elphaba masih bersembunyi di hutan sebagai buronan yang aktif mencari cara untuk mengungkap kebohongan The Wizard serta memperjuangkan hak-hak para Animals. Di sisi lain, Glinda naik menjadi “Glinda the Good” dan menjadi wakil pemerintahan, agar penduduk Oz percaya bahwa Elphaba adalah ancaman terbesar mereka.
Tidak hanya Elphaba dan Glinda, tokoh lain juga mengalami perubahan besar. Fiyero (Jonathan Bailey), yang sekarang menjadi kapten penjaga dan kekasih Glinda, merasa bingung karena ia harus mengejar Elphaba yang masih ia cintai secara diam-diam. Ditambah Nessarose (Marissa Bode), saudara tiri Elphaba, yang kini menjadi Gubernur Munchkinland yang otoriter, jelas bahwa masa ini telah membawa seluruh tokoh utama ke dalam situasi yang rumit dan penuh konflik.
2. Tidak hanya kompleks, Wicked: For Good juga menyajikan hubungan menarik dengan The Wizard of Oz
Seperti yang telah disinggung di atas, latar yang gak lagi berkutat di Shiz University, seperti film pertama, memfasilitasi Wicked: For Good untuk tampil lebih gelap. Isu seperti propaganda, pembatasan hak terhadap ras minoritas, hingga perlakuan kejam terhadap para Animals dipaparkan tanpa tedeng aling-aling. Khususnya sentilan terhadap bagaimana manisnya mulut para penguasa dalam membuat suara-suara kritis yang bertentangan dengan mereka luluh, bertekuk lutut, dan lupa akan perjuangannya.
Membahas tentang “bumbu”, salah satu hal yang paling mencolok adalah penggambaran masa kecil Glinda yang tidak ada dalam versi musikal. Melalui sebuah flash back, penonton diajak memahami alasan mengapa Glinda begitu terobsesi dengan penerimaan publik dan citra sempurna yang selalu ia tunjukkan. Detail kecil namun penting ini membuat perubahan Glinda terasa lebih manusiawi.
Perubahan radikal ini pun terasa ketika For Good bersinggungan dengan The Wizard of Oz (1939) melalui kehadiran Dorothy Gale. Penonton diberikan perspektif berbeda, yang jauh dari kata manis, dari adegan-adegan ikonis, misalnya, ketika Dorothy memulai perjalanannya mengikuti Yellow Brick Road. Bahkan, alasan di balik keputusan tiga teman seperjalanannya, yaitu Scarecrow, Tin Man, dan Cowardly Lion, juga diberi makna baru dantwistyang akan mengubah cara kamu memandang kisah klasik tersebut.
3. Sayangnya, eksekusi musikal Wicked: For Good terasa generik
Sementara cerita yang lebih gelap membuatWicked: For Good terasa lebih matang, film ini rupanya tak lepas dari satu kelemahan besar yang sulit diabaikan. Salah satu yang penulis juga sepakati dari kebanyakan kritikus adalah bagaimana adegan musikalnya terasa kurang menggigit dibandingkan film pertama. Alhasil, beberapa momen yang seharusnya jadi kekuatan utama justru kehilangan daya pikatnya dan berakhir datar saja.
Lagu orisinal, seperti “The Girl in the Bubble,” memang mencoba menawarkan teknik sinematografi mirror shot yang menarik. Namun, beberapa nomor lainnya justru terdengar mirip satu sama lain akibat pengadeganan generik (baca: terlalu bergantung pada CGI) kalau gak mau dibilang membosankan. Kondisi ini jauh jika disejajarkan dengan intensitas yang pernah ditorehkan Jon M. Chu (Crazy Rich Asians), sebagai sutradara, lewat “Defying Gravity” atau “Popular” di film pertama.
Meski begitu, Wicked: For Good masih punya visual dan desain produksi solid yang mampu merepresentasikan kemegahan dunia Oz. Momen puncak Elphaba dan Glinda di “For Good” juga jadi pengecualian manis di tengah inkonsistensi musikal sepanjang film. Namun, tentu saja, satu momen gemilang gak cukup menutupi fakta bahwa secara keseluruhan, eksekusi musikalnya masih kalah dari pesona magical yang dimiliki Wicked (2024).
4. Akting para aktor sukses tambal kekurangan, Ariana wajib masuk Oscar lagi!
Di balik perubahan positif dan kekurangannya, satu hal yang tetap konsisten mengangkat Wicked: For Good adalah akting para pemainnya. Marissa Bode dan Ethan Slater (Boq), yang di film pertama cenderung sebatas peran pendukung pemanis, tampil lebih menonjol. Keduanya sukses padukan getir, kemarahan, dan ketegangan dalam salah satu adegan paling krusial di For Good.
Sebagai Elphaba, Cynthia Erivo pun kembali menunjukkan kelasnya. Ada momen ketika tatapannya saja sudah cukup menjelaskan badai batin yang dialami sang Wicked Witch of the West. Begitu aktris asal Inggris ini membuka suara, terutama dalam nomor monumental, seperti “No Good Deed,” film ini serasa menemukan momentumnya kembali.
Namun, jika ada satu nama yang benar-benar mencuri sorotan, Ariana Grande-lah orangnya. Di satu titik, pelantun “twilight zone” ini bisa tampil menyebalkan, lucu, dan heartbreaking sekaligus. Banyak kritikus menyebutnya sebagai performa award-worthy, dan memang, sulit untuk gak setuju melihat Grande kembali dinominasikan dalam kategori Best Supporting Actress di Oscar 2026!
Wicked: For Good memang belum mampu menyamai gemerlap pendahulunya. Namun, kompleksitas cerita, world-buildingsemakin gelap, serta penampilan akting yang luar biasa tetap mampu memberikanroller-coasterperasaan yang layak untuk dinikmati. Tidak perlu bingung lagi, ayo, tonton sendiri di bioskop favoritmu! ***








Saat ini belum ada komentar