“Durian Palu Mendunia”: FEB UNAIR Bekali Petani Sulawesi Tengah dengan Pelatihan Ekspor, Strategi Pemasaran, dan Pendekatan Berkelanjutan
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 4 jam yang lalu
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM — Upaya memperkuat daya saing komoditas durian Palu dari Sulawesi Tengah terus didorong melalui program pengabdian masyarakat yang digagas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB UNAIR). Tim yang diketuai oleh Bayu Arie Fianto, SE., MBA., PhD., bersama para dosen serta mahasiswa—di antaranya Ida Wijayanti, S.EI., M.SEI., Noven Suprayogi, SE., M.Si., Ak., Sulistya Rusgianto S.E., M.I.F., Ph.D., Alviyah Camilia Ch, dan Mu’allim Syifa’ Al Qulubi—meluncurkan program bertajuk “Durian Palu Mendunia: Pelatihan Ekspor, Strategi Pemasaran, dan Pendekatan Berkelanjutan.” Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Kemitraan Masyarakat Universitas Airlangga tahun 2025.
Program tersebut dilaksanakan melalui kolaborasi dengan SDGs Center LPPM Universitas Tadulako yang diwakili oleh Dr. Husnah, SE., M.Si. selaku penanggung jawab mitra pelaksana, serta Kelompok Tani Maju Bersama dengan Asngadi sebagai penanggung jawab mitra sasaran. Sinergi ini memperkuat dorongan peningkatan kapasitas petani dan pelaku usaha lokal agar lebih siap menghadapi kebutuhan pasar domestik maupun internasional.
Fokus utama program mencakup pelatihan ekspor, strategi pemasaran digital, dan praktik pertanian berkelanjutan. Langkah tersebut berangkat dari kondisi di lapangan yang menunjukkan masih terbatasnya pengetahuan petani mengenai prosedur ekspor—mulai dari regulasi, dokumen, hingga logistik. Pemahaman terkait penguatan branding dan pemanfaatan platform digital untuk pemasaran juga belum merata. Selain itu, penerapan prinsip lingkungan berkelanjutan dalam produksi durian dinilai masih perlu diperkuat.
Pelatihan dilaksanakan selama dua hari, Jumat–Sabtu (08–09 Agustus 2025), di Kabupaten Parigi Moutong serta Desa Kapiroe, Kecamatan Palolo, Kota Palu. Peserta mendapatkan materi mengenai teknologi pertanian untuk mengurangi risiko buah tidak layak konsumsi, pengelolaan limbah yang ramah lingkungan, strategi pemasaran melalui media sosial, hingga pengenalan jalur ekspor agar pangsa pasar durian dapat diperluas.
Tim FEB UNAIR juga memberikan pelatihan ekspor yang menekankan perubahan pola pikir dari sekadar bertani menuju orientasi bisnis. Harapannya, terbukanya pasar baru mampu meningkatkan pendapatan petani. Pelatihan keuangan turut diberikan untuk memperkuat literasi finansial, tata kelola usaha, serta kepercayaan terhadap lembaga keuangan, sehingga dapat mendorong tumbuhnya inklusi finansial di kalangan pelaku usaha durian.
Di sisi keberlanjutan, tim memperkenalkan alat penghancur kulit durian berkapasitas 100 kilogram per jam yang ditargetkan mampu menurunkan volume limbah hingga 30 persen. Hasil olahan limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kompos atau pakan ternak, sehingga memberi nilai tambah dan membangun kesadaran lingkungan di tengah petani. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip Sustainable Development Goals (SDGs) yang kini menjadi tuntutan pasar global.
Program juga menyoroti kondisi produksi dan harga di tingkat petani. Dari 400 kilogram panen, hanya sekitar 50 kilogram yang benar-benar layak konsumsi. Pada momen panen raya, harga dapat turun dari Rp30.000 per kilogram menjadi Rp18.000–Rp25.000 per kilogram. Sementara itu, biaya pengiriman ke pusat Kota Palu disebut mencapai Rp70.000 per kilogram. Untuk mengatasi tekanan harga tersebut, diversifikasi produk seperti kue khas Palu dan keripik durian direkomendasikan agar nilai jual dan omzet petani meningkat.
Keberhasilan program diukur melalui indikator yang terstruktur, mulai dari peningkatan kualitas panen hingga 20 persen, penurunan limbah hingga 10 persen, kenaikan penjualan daring hingga 25 persen, serta minimal satu mitra yang dapat melakukan ekspor. Evaluasi dilakukan melalui monitoring rutin, forum evaluasi, hingga pembentukan kelompok kerja dan penyusunan peta jalan untuk memastikan keberlanjutan program usai implementasi.
Harapannya, mutu panen dapat lebih stabil, susut pascapanen menurun, dan branding durian Palu semakin kuat di pasar nasional maupun global. Dengan terbangunnya jejaring antara petani, pelaku usaha, dan akademisi, peluang ekspor diyakini akan terbuka lebih lebar. Jika program ini efektif, pola kerja tersebut berpotensi menjadi model bagi pengembangan komoditas hortikultura lainnya di berbagai daerah Indonesia. (dk/nns)




