DIAGRAMKOTA.COM – Ketegangan sosial di Kelurahan Pacar Keling, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, kembali memuncak. Pada Rabu (28/5/2025), sebanyak empat Ketua RW secara resmi mengundurkan diri dan menyerahkan stempel kepengurusan kepada pihak kelurahan. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas dugaan kriminalisasi terhadap salah satu Ketua RT setempat yang tengah terlibat persoalan hukum.
Momen dramatis itu berlangsung di Balai RW 10, di mana warga dan para kader KSH turut hadir menyaksikan langsung prosesi penyerahan stempel. Tak hanya empat RW, sejumlah Ketua RT dan kader juga menyatakan sikap serupa dan mengisyaratkan akan mengikuti langkah tersebut.
Inti dari permasalahan ini bermula pada konflik lahan yang saat ini diklaim sebagai milik PT Kereta Api Indonesia (KAI). Seorang Ketua RT diketahui mengalami penyitaan dan penggeledahan rumah oleh aparat penegak hukum terkait sengketa tersebut. Tindakan itu dinilai sepihak dan memicu kekecewaan mendalam di kalangan warga.
Menurut keterangan warga, lahan yang diklaim PT KAI telah dihuni selama puluhan tahun dan menjadi tempat tinggal tetap masyarakat. Mereka menyatakan bahwa seluruh kewajiban administratif, termasuk pembayaran pajak dan retribusi, telah dipenuhi secara rutin.
“Kami tidak menolak hukum, tapi prosedur harus adil dan transparan. Ketua RT kami diperlakukan layaknya kriminal tanpa pemberitahuan kepada RW dan tokoh masyarakat setempat. Ini melukai solidaritas dan harga diri warga,” ujar Usman, tokoh masyarakat yang juga bertindak sebagai kuasa hukum warga.
Penyerahan stempel dari para Ketua RW menjadi simbol kuat mosi tidak percaya terhadap pihak berwenang dalam menangani perkara tersebut. Dalam aksi itu, turut dibacakan surat pernyataan pengunduran diri yang ditandatangani oleh perwakilan Ketua RT dan RW.
“Kami sudah terlalu lama diam. Kalau Ketua RT saja bisa diperlakukan seperti ini tanpa perlindungan dari negara, bagaimana nasib warga biasa?” ungkap salah satu RW yang memilih mundur.
Mereka menuntut Pemerintah Kota Surabaya, terutama Wali Kota, segera mengambil langkah konkret. Tuntutan warga mencakup:
– Perlindungan terhadap warga yang tengah menghadapi proses hukum,
– Peninjauan ulang atas klaim sepihak lahan oleh PT KAI,
– Dan fasilitasi dialog antara warga dengan pihak terkait untuk mencegah konflik horizontal.
“Kami bukan melawan pemerintah. Kami hanya ingin keadilan. Kami ingin Wali Kota mendengar bahwa ada warga Pacar Keling yang merasa dipinggirkan,” tegas Usman.
Setelah aksi di Balai RW, perwakilan warga menyerahkan surat resmi kepada Lurah Pacar Keling, serta merencanakan pelaporan ke Camat Tambaksari. Gelombang solidaritas juga dikabarkan akan meluas ke wilayah RW lainnya.
Warga menegaskan bahwa aksi ini bukan sebatas simbolik, melainkan bentuk nyata perlawanan terhadap ketidakjelasan penanganan hukum yang dirasa mengabaikan aspirasi masyarakat akar rumput. Jika tidak ada respons serius, mereka menyatakan siap melanjutkan perjuangan melalui jalur hukum dan opini publik. (dk/nns)