Hari Pahlawan 2025, Apresiasi Langkah Kepemimpinan Humanis Eri Cahyadi: Membina bukan Menghukum
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sen, 10 Nov 2025
- comment 0 komentar

(foto: Hari Agung)
Berdasarkan kasus ini, beberapa rekomendasi untuk organisasi lain:
1. Susun Pedoman Pembinaan yang Jelas
Organisasi perlu memiliki pedoman yang membedakan:
- Kesalahan tidak disengaja vs pelanggaran disiplin berat
- Human error vs pelanggaran etika
- Kesalahan pertama vs kesalahan berulang
2. Prioritaskan Pembinaan atas Hukuman
Kecuali untuk pelanggaran berat, prioritaskan:
- Coaching dan mentoring
- Pelatihan tambahan
- Evaluasi dan perbaikan sistem
- Pembinaan karakter
3. Lindungi Pegawai dari Cancel Culture
Pemimpin perlu:
- Berani mengambil sikap melindungi pegawai yang mengalami kesalahan tidak disengaja
- Tidak reaktif terhadap tekanan media sosial
- Membuat keputusan berdasarkan fakta dan prinsip, bukan sentimen publik
4. Ciptakan Budaya Belajar dari Kesalahan
Organisasi harus membangun budaya di mana:
- Kesalahan dilihat sebagai peluang pembelajaran
- Pegawai berani mengakui kesalahan tanpa takut dihukum berlebihan
- Fokus pada perbaikan sistem, bukan mencari kambing hitam
Kesimpulan
Respons Eri Cahyadi terhadap kasus Hening layak mendapat apresiasi tinggi karena menunjukkan:
- Kepemimpinan yang humanis: Mengutamakan pengembangan manusia di atas popularitas dan tekanan publik
- Komitmen pada pembinaan SDM: Sejalan dengan prinsip manajemen SDM modern dan bahkan landasan hukum ASN
- Keberanian moral: Berani mengambil keputusan yang tidak populer demi hal yang benar
- Visi jangka panjang: Memahami bahwa investasi pada SDM akan memberikan hasil jangka panjang yang lebih baik
Pernyataan Eri, “Setiap manusia tempatnya kekurangan, tapi keberanian menghadapi kesalahan itu yang menjadikan kita sempurna,” bukan sekadar retorika. Ini adalah filosofi kepemimpinan yang diterapkan secara konsisten melalui tindakan nyata.
Di tengah maraknya cancel culture dan budaya menghukum berat atas kesalahan kecil, langkah Eri Cahyadi menjadi contoh bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang membangun manusia, bukan menghancurkan mereka. Ia membuktikan bahwa seorang pemimpin tidak diukur dari seberapa cepat ia memecat orang, tetapi dari seberapa baik ia membina dan mengembangkan anak buahnya.
Semoga semakin banyak pemimpin di Indonesia yang dapat mengambil inspirasi dari pendekatan humanis dan berbasis pembinaan ini. Karena pada akhirnya, kemajuan organisasi dan bangsa ditentukan oleh seberapa baik kita mengembangkan sumber daya manusia kita, bukan seberapa cepat kita menghukum mereka.
Catatan Penutup Hari Pahlawan 2025
Kasus ini mengingatkan kita semua—baik sebagai pemimpin, pegawai, maupun warganet—untuk lebih bijaksana dalam merespons kesalahan. Mari kita ciptakan budaya yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan, bukan budaya ketakutan dan hukuman berlebihan. Karena seperti yang dikatakan Eri Cahyadi, “Kalau anak muda lakukan kesalahan, jangan bunuh karakternya.”
Indonesia membutuhkan lebih banyak pemimpin seperti Eri Cahyadi—yang berani melindungi, membina, dan mengembangkan anak buahnya, bahkan ketika tidak populer di mata publik.
