Mau Gagah Pakai Multi-Years 1,5 T? Surabaya Harus Telanjang Data Dulu
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 10 jam yang lalu
- comment 0 komentar

Ilustrasi gambar Mau Gagah Pakai Multi-Years 1,5 T? Surabaya Harus Telanjang Data Dulu
DIAGRAMKOTA.COM – Multi-years financing alias pembiayaan tahun jamak itu sah, legal, dan bahkan sering dipakai Kementerian PUPR buat bangun jalan strategis. Jadi, sah-sah saja kalau Pemkot Surabaya juga mau sok gagah pakai jurus yang sama.
Masalahnya bukan pada pegadaian yang menyelesaikan masalah tanpa masalah. Tapi transparan nggak? Kalau cuma jualan klaim efisiensi Rp50 miliar tapi dokumen ditutup rapat, sama juga bohong. Warga Surabaya jelas nggak mau jadi penonton proyek Rp1,5 triliun mending jadi penonton sepak bola. Nonton proyek Rp1,5 triliun nasibnya kayak nunggu bis malam di terminal: entah datang entah nggak. Malah seringkali, datang tak diundang pulang tak diantar.
Pemkot Surabaya boleh saja pede menggaet proyek Rp1,5 triliun dengan skema multi-years. Bak pemuda yang doyan mie ayam deketin Lisa Blackpink, “pede aja dulu,” sergahnya. Ya itu sah, legal, sahih. Tapi kalau mau gagah di mata rakyat, jangan cuma pamer angka.
Senada dengan ‘Bongkar’ Iwan Fals, pandanglah kami sebagai manusia bukan sebagai angka, kami bertanya tolong kau jawab dengan cinta. Karena buat warga, angka triliunan itu sama aja kayak password WiFi yang salah: bikin panas kepala tanpa hasil nyata. Ternyata password-nya sepele ‘KONSPIRASI’ besar semua tanpa spasi.
Proyek jangka panjang memang bikin pejabat bisa tampil berwibawa. Slide presentasi rapih, pidato menggelegar, foto renderan 3D cakep. Tapi jangan lupa, warga Surabaya tidak hidup dari renderan. Mereka hidup dari jalan yang tidak bolong, drainase yang tidak mampet, sekolah yang tidak bocor, dan pelayanan publik yang tidak berbelit, mbulet, mbrebet, kredit macet.
Itulah kenapa transparansi jadi kunci. Jangan sampai multi-years ini cuma jadi multi-alasan. Telanjangin data sejak awal: dari biaya detail, pemenang tender, sampai target realistis. Biar publik bisa ikut mantau, bukan cuma jadi penonton. Meski kedaulatan ada ditangan penonton, dan mereka yang bayar tiket.
Apalagi, pengalaman mengajarkan, proyek-proyek jangka panjang sering jadi lahan nyaman, senyaman pangkuan LC untuk “kreativitas anggaran”. Istilahnya: kalau tak diawasi, anggaran bisa lebih lentur kayak balerini ehh balerina, bahkan lebih lentur dari karet gelang. Yang biasa dipakai buat ngareti nasi bungkus, “sing karet Abang, lombok 3 mas.”
Surabaya Bukan Drama Sinetron
Kalau Pemkot mau rakyat percaya, gampang kok: telanjangin data, buka detail anggaran, kasih ruang audit publik. Biar semua jelas, nggak ada ruang untuk drama “pemborosan terselubung”. Apalagi sinetron hingga berjilid – jilid hingga 1,5 triliun episode.
Soalnya, proyek Rp1,5 triliun ini bukan lomba cosplay pejabat hebat, tapi urusan duit rakyat. Dan duit rakyat, bro, itu sensitif: salah kelola dikit, yang kebakaran bukan gedung itupun bisa telpon Damkar. Lah ini hati warga Surabaya, khawatir telpon dan wadul sambat kepadaNya. Karena wadul wakil rakyat banyak yang jadi-jadian, jadi wakil pemkot maksudnya bro.
(Penulis cerpen berseri: pancet @ku tapi yo kadang koncoku)